Tersangka Kasus Jatah Proyek Rp5 Triliun di Cilegon Minta Ditangguhkan Penahannya

Tb Sukatma, Kuasa hukum tiga tersangka dalam kasus jatah proyek Rp5 triliun kepada PT Chengda Engginering Co dan PT CAA (kimia chlor alkali-ethylene dichloride (CA-EDC) akan meminta penangguhan penahanan kepada penyidik Polda Banten.
Selain akan meminta penangguhan penahanan tehadap MS, IA dan RJ kuasa hukum juga akan meminta perkara yang sempat viral di sejumlah platform medsos tersebut diselesaikan dengan restorative justice.
“Kemarin (Senin, 19/5/2025) saya mendapat surat penunjukan resminya. Hari ini, (Selasa, 20/5/2025) kami baru mulai koordinasi dengan penyidik,” ujar Tb Sukatma saat diwawancari MediaBanten.Com, kemarin.
Sukatma mengaku, selain ditunjuk secara resmi oleh MS, IA dan RJ sebagai kuasa hukum juga merupakan penugasan resmi dari Kadin Banten dimana dirinya sebagai WKU (Wakil Ketua Umum) Bidang Hukum dan Advokasi.
“Peristiwa gebrak meja dan permintaan Rp5 triliun sebagaimana yang viral di medsos itu murni spontanitas. Karena kondisi psikologi yang sebetulnya sebelum pertemuan itu, ada proses panjang juga kebuntuan komunikasi,” terang Sukatma.
Sukatma berharap komunikasi yang dibangun Kadin Kota Cilegon dan rekannya tidak dipandang penyidik sebagai “sikap premanisme” yang belakangan gencar ditangani aparat penegak hukum untuk memastikan investasi kondusif.
Karena menurutnya, suasana investasi yang kondusif juga merupakan salah satu tujuan organisasi Kadin. “Menurut kami, salah satu unsur investasi yang kondusif juga datang dari investor yang ramah sebagaimana pasal yang tertera dalam Keppres Nomor 11 Tahun 2021 tentang Percepatan Investasi yakni amanat pelibatan pengusaha lokal, usaha mikro dan UMKM,” jelasnya.
Sebenarnya, lanjut Sukatma, jika semua pihak sadar akan tanggung jawab terhadap investasi, aturan dan turunannya menurutnya tidak akan terjadi peristiwa insiden “gebrak meja” dan minta jatah Rp5 triliun kepada investor serta sub kontraktor.
“Setelah saya dalami perkaranya, memang para pengusaha lokal di Cilegon tidak dilibatkan dalam investasi ini. Komunikasi-komunikasi yang cukup panjang hanya sebatas janji, sehingga terjadilah komunikasi yang cukup emosional sebagaimana video yang viral,” terang Sukatma.
Sukatma menambahkan, dalam pelaksanaan Keppres Nomor 11 Tahun 2021 tentang Percepatan Investasi terdapat tanggung jawab Satgas Investasi, yang didalam strukturnya Wakapolri sebagai Wakil Ketua II.
“Artinya ada tanggung jawab kepolisian untuk memfasilitasi pelaksanaan Keppres 11 tahun 2021. Terutama Pasal 4 huruf D, bahwa Satgas memiliki kewajiban untuk mempercepat pelaksanaan kerjasama antara investor dengan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM),” terangnya.
Seraya meminta agar penyidik juga mempertimbangkan tugas pokok dan fungsi dalam percepatan investasi dan tidak mengkategorikan Kadin sebagai Ormas yang berperilaku premanisme.
“Sekali lagi, soal insiden yang viral itu terjadi secara spontanitas karena emosi akibat komunikasi yang buntu. Kami berharap ini bisa diajukan untuk upaya restorative justice,’ tandasnya.
Sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Banten menetapkan tiga tersangka dalam kasus minta jatah proyek Rp5 triliun (Baca: Ketua Kadin Cilegon dan 2 Lainnya Jadi Tersangka Kasus Jatah Proyek Rp5 Triliun).
Ketiga tersangka itu yakni MS (Muhamad Salim, 54 tahun) selaku Ketua Kadin Kota Cilegon, RJ (Rifaji Jahuri, 50 tahun) ketua HNSI Kota Cilegon dan IA (Ismatullah Ali, 39 tahu ), Wakil Ketua Kadin Bidang Industri.
Dirreskrimum Polda Banten Kombes Pol Dian Setyawan mengatakan, penetapan ketiga tersangka dalam kasus minta jatah proyek ke PT Chandra Asri Rp5 triliun tersebut setelah pemeriksaan belasan saksi dan gelar perkara yang dilakukan tim Polda Banten.
“Dari hasil gelar perkara, kami menemukan unsur pidana yang dilakukan oleh ketiga tersangka MS, IA dan RZ,” ujar Kombes Pol Dian Setyawan kepada wartawan, Jumat malam (16/05/2025).
Dian menjelaskan, ketiga tersangka memiliki peran yang berbeda. IA selaku wakil Ketua Kadin merupakan orang yang menggebrak meja dengan tujuan meminta proyek tanpa lelang. Selanjutnya RZ merupakan ketua HNSI berperan mengancam PT Total akan menghentikan paksa proyek.
“Sedangkan MS yang juga ketua Kadin mengancam akan menggerakan massa aksi dan memaksa meminta proyek ke PT Total perusahaan Subkon PT Chengda Engginering Co di PT CAA (kimia chlor alkali-ethylene dichloride (CA-EDC).” terang Dian.
Dian menegaskan, tersangka IA dan RZ dijerat pasal 368 KUHP Pidana tentang pemerasan dan kekerasan dan pasal 335 KUHP tentang pemaksaan dengan ancaman pidana diatas lima tahun penjara. Sedangkan MS dijerat pasal 335 KUH Pidana dan pasal 160 KUHP tentang penghasutan.
“Untuk MS diancam maksimal delapan tahun penjara. Ketiganya kini ditahan di Rutan Polda Banten,” tandasnya. (Budi Wahyu Iskandar)