Gubernur Banten Jelaskan Rinci Polemik Pengobatan Gratis Warga Miskin Pake KTP
Gubernur Banten, Wahidin Halim memberikan penjelasan rinci soal polemik pengobatan gratis bagi warga miskin dengan menggunakan kartu tanda penduduk (KTP) untuk mengcover 2 juta juta warga miskin. Penjelasan ini disampaikan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (Musrenbang RKPD) Banten tahun 2018 di Hotel Horison Ultimate, Kota Serang, Selasa (9/4/2018).
“Dari 10 juta penduduk Banten, ada 8 juta warga Banten yang sudah menjadi peserta BPJS, berarti ada 2 juta warga Ini bukan soal janji kampanye atau soal membangun citra. Ini adalah fakta, ada 2 juta penduduk Banten yang belum tercover BPJS, lalu siapa yang mengurusi mereka. Terkadang niat baik untuk mengurusi mereka terganjal dengan persoalan perundang-undangan dan peraturan,” kata Wahidin Halim.
Pengobatan gratis bagi warga miskin dengan menggunakan kartu tanda penduduk (KTP), diakui Gubernur, menjadi perdebatan panjang berbagai pihak dengan persepsi keilmuan masing-masing. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan diamanatkan oleh Undang-undang untuk mengurusi jaminan sosial di bidang kesehatan. Namun untuk mendapatkan pelayanan kesehatan itu, warga memiliki kewajiban membayar premi.
Dari jumlah 8 juta peserta BPJS Kesehatan itu, 4 juta peserta merupakan hasil kontribusi dari Pemerintah Provinsi (Pemprov), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Pemerintah Kota (Pemkot) di Banten. Kontribusi itu berasal dari anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) masing-masing.
Baca: Gubernur Banten Dalam Musrenbang Bicara Soal Kemiskinan, Infrastruktur Hingga Kesehatan
Dari dua juta penduduk yang belum tercover BPJS Kesehatan itu terdiri dari warga miskin dalam pengertian masih bisa makan dalam sehari, atau pekeja pabrik yang minim dalam menerima upah atau warga yang benar-benar miskin. Dia bisa makan, dia bisa menyekolahkan anak, tetapi mereka tidak mampu untuk membayar premi kepersertaan BPJS Kesehatan.
“Siapa yang mengurus mereka? Ketika mereka sakit, ditolak karena bukan peserta BPJS. Ketika mereka dirawat, mereka tidak boleh pulang sebelum bayar biaya pengobatan. Mereka gadaikan tanahnya atau mereka jual tanahnya untuk bayar biaya itu. Pemerintah, gubernur sebagai wakil pemerintah, seharusnya hadir di sini. Ini bukan soal janji kampanye. Ini bukan juga soal pencitraan,” kata Gubernur Banten.
Persoalan itu menjadi perdebatan panjang karena warga miskin itu diharuskan jadi peserta BPJS Kesehatan sebagai lembaga yang menjalankan amanat undang-undang. Premi itu ditanggung Pemprov Banten, berarti diperkirakan mengeluarkan Rp400-Rp600 miliar per tahun untuk membayar premi. Padahal Pemprov menginginkan membayar hanya biaya pengobatan dan perawatan saat warga miskin sakit. Pola ini diyakini tidak terlalu membebani APBD Banten. Diperkirakan, biaya pengobatan dan perawatan gratis itu kurang dari separuh dari keharusan membayar premi.
Menurut Wahidin, dalam kondisi itu, Gubernur boleh melakukan diskresi atau kebebasan mengambil keputusan untuk mengatasi persoalan 2 juta warga miskin yang tidak tercover oleh pelayanan BPJS Kesehatan. “Saya sudah bicara dengan bupati dan walikota se-Banten, mari bersama-sama kita mengurusi 2 juta warga Banten ini. DPRD Banten juga sudah sepakat untuk hal tersebut. Kalau perlu, kita mengajukan ke MK untuk judicial review bahwa apakah pemerintah daerah tidak boleh mengurusi 2 juta warga Banten yang miskin yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan ini,” katanya.
Logika kesehatan seharusnya bisa menjangkau warga miskin yang berada di ujung-ujung wilayah. Pemerintah tidak boleh mengabaikan mereka. “Ini bagaimana? Ketika mereka sakit, menjerit-jerit minta dilayani, tetapi diabaikan. Dari ujung Banten sana, mereka harus melalui jalan rusak untuk mencapai fasilitas kesehatan. Bagaimana hati saya tidak terenyuh ketika mendengar ada warga yang sakit dibawa losbak ke rumsah sakit karena enggak dapat ambulans,” katanya.
Di luar negeri seperti di Amerika, orang sakit dari ujung daerah dijemput oleh helikopter agar bisa dilayani kesehatan dengan baik. “Kalau kita mampu, ya boleh saja beli helikopter. Tetapi harus hati-hati, dan dibeli dengan cara yang benar, jangan sampai jadi urusan KPK,” katanya.
Gubernur Banten meminta aparat kesehatan benar-benar bisa melayani kesehatan masyarakat secara optimal. Pelayanan itu mulai dari sakit ringan hingga sakit berat. Semua diharapkan bisa dilakukan secara gratis bagi warga miskin. (Adityawarman/Subag Peliputan dan Dokumentasi Pemprov Banten)