Pemerintahan

Penamaan Jalan di Kota Serang Akan Pake Huruf Arab Pegon

Kabid Kebudayaan Dindikbud Kota Serang, Evie Shofiyah minta nama jalan di Kota Serang menggunakan aksara Arab Pegon dengan alasan melestarikan kearifan lokal.

“Di Ibu Kota Banten banyak sekali nilai-nilai sejarah keislaman. Jadi supaya tidak hilang dan dilestarikan masyrakat, penamaan jalan penulisan arab pegon menjadi daya tarik ketika datang ke Kota Serang,” ungkap Evie Shofiyah, Kabid Kebudayaan Dindikbud Kota Serang, Jumat (22/7/2022).

Ia mengaku, untuk penamaan jalan penulisan arab pegon sudah dibuat peraturan Wali Kota atau Perwal. Hanya yang melaksanakannya setiap OPD di lingkungan Pemerintah Kota Serang.

“Semua akan berjalan karena semua dinas bisa bersinergi. Seperti kalau di tempat wisata oleh dinas pariwisata, di perumahan oleh dinas perkim, di jalan oleh dinas Dishub. Semua ini harus kerjasama dengan baik,” terangnya.

Meski Arab Pegon diminta jadi penulisan nama jalan, tidak ada pelajaran Arab Pegon di sekolah sebagai muata lokal. Hanya saja Arap Pegon diperkenalkan lewat tulisan di jalan, gang dan juga di perpustakaan.

Menurut idwikipedia, Abjad Pegon adalah abjad Arab yang dimodifikasi untuk menuliskan bahasa Jawa, Madura dan Sunda.

Kata pegon berasal dari kata berbahasa Jawa pégo yang berarti “menyimpang”. Sebab bahasa Jawa yang ditulis dalam huruf Arab dianggap sesuatu yang tidak lazim.

Aksara Pegon masih berkerabat dengan abjad Jawi. Perbedaan utama dengan Jawi adalah di dalam Pegon terdapat beberapa huruf tambahan untuk merepresentasikan beberapa konsonan dalam bahasa Jawa yang tidak dapat diwakilkan oleh abjad Arab standar dan abjad Jawi.

Abjad Sorabe yang pernah digunakan untuk menulis bahasa Malagasi di Madagaskar, diyakini diturunkan dari Abjad Pegon.

Pegon sendiri digunakan di kalangan umat Muslim, yang hidup dari pendidikan agama di pesantren. Pegon sendiri muncul bersama Islam di Jawa.

Pada saat itu, orang-orang Jawa masih menggunakan aksara Kawi dan aksara Jawa untuk menuliskan teks berbahasa Jawa klasik, dan aksara Sunda kuno untuk menuliskan bahasa Sunda klasik.

Ketika Islam masuk ke Tanah Jawa, penggunaan abjad Arab sangat diintensifkan, karena dibutuhkan untuk memaknai kitab-kitab Al-Qur’ān, tafsirnya, serta kitab-kitab ḥadiṡ.

Untuk berkomunikasi dengan orang Jawa yang menuturkan bahasa Jawa, para ‘ulama kemudian mengadaptasi abjad Arab yang digunakan olehnya sebagai bahasa sehari-hari ke dalam bahasa Jawa.

Mereka menulisnya agar orang-orang Jawa lebih mudah dalam memahami agama, terlebih metode dakwah keliling saat itu masih lazim untuk menyiarkan Islam.

Di era Wali Songo, contoh kitab misalnya Suluk Sunan Bonang, yang diyakini merupakan buah karya Sunan Bonang.

Di wilayah Melayu sendiri, abjad yang masih bersaudara dengan Pegon adalah abjad Jawi, digunakan untuk menulis bahasa Melayu.

Dalam perkembangannya, seluruh lembaga pendidikan agama Islam di Jawa maupun Sumatra menggunakan kitab-kitab dengan abjad Arab, baik dalam bahasa Arab sendiri maupun bahasa-bahasa yang dipakai di daerah setempat, utamanya bahasa Melayu, Jawa, sampai Thailand selatan.

Abjad Arab asli ini tidak mendukung fonem-fonem bahasa Jawa seperti e atau o, ca, pa, dha, nya, tha, dan nga.

Pada akhirnya, di samping mengadopsi huruf-huruf asli Arab, abjad ini juga mengadopsi abjad Persia yang memiliki fonem-fonem tersebut selain dha dan tha.

Pada akhirnya, huruf-huruf baru diciptakan, yang diyakini diturunkan dari abjad Persia seperti ca dan gaf.

Huruf-huruf lainnya diyakini diciptakan berdasarkan huruf asli Arab, misalnya pa dari fa’ yang diberi tiga titik, atau ca dari jim diberi tiga titik.

Pada masa lalu, Pegon ditulis dengan harakat untuk membedakan e dan o, namun saat ini abjad Pegon sudah tidak lagi menggunakan harakat (beberapa orang menyebut ini Gundhil).

Karena abjad ini digunakan untuk menulis bahasa Jawa, maka orang Arab tidak mampu membaca teks ini sebelum mampu mempelajari bahasa Jawa karena ada huruf-huruf yang dianggap “asing” bagi mereka.

Saat ini huruf Pegon di Jawa dipergunakan oleh kalangan umat Muslim, terutama di pesantren-pesantren.

Biasanya ini hanya dipergunakan untuk menulis tafsiran atau arti pada Al-Quran, tetapi banyak pula naskah-naskah manuskrip cerita yang secara keseluruhan ditulis dalam Pegon. Misalkan naskah-naskah Serat Yusup. (Reporter: Aden Hasanudin / Editor: Iman NR)

Aden Hasanudin

SELENGKAPNYA
Back to top button