Korupsi

Kejati Banten Didesak Lanjutkan Kasus Korupsi Hibah Ponpes

Aliansi Independen Peduli Publik (Alipp) mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menindaklanjuti amar putusan MA yang meminta pertanggungjawaban TAPD, BPKAD dan FSPP dalam kasus korupsi hibah Ponpes dari Pemprov Banten.

Demikian dikatakan Uday Suhada, Direktur Eksekutif Alipp dalam rilis yang diterima MediaBanten.Com, Selasa (7/3/2023).

Uday mengingatkan, pelaporan Alipp atas hibah Pemprov Banten ke Ponpes tahun anggaran 2018 dan 2020 ke Kejati Banten bertujuan menyelematkan uang rakyat.

“Bahwa pelaporan itu dilakukan agar semua pihak yang terlibat harus mendapat perlakuan yang sama di muka hukum, tidak tebang pilih,” katanya.

Uday mengutip putusan PN Serang Nomor 21 /Pid.Sus-TPK /2021 /PN Srg pada halaman 495 dari 508 halaman.

“Menimbang bahwa Majelis Hakim berpendapat untuk sempurnanya penyelesaian perkara pemberian hibah uang pada Biro Kesra TA 2018 dan TA 2020, maka ada pihak lain yang harus dimintakan pertanggungjawabannya, yaitu Pihak dari Tim TAPD Provinsi Banten dan Pihak BPKAD selaku PPKD yang menjabat saat itu, serta Pihak FSPP sebagai Penerima Hibah Uang TA 2018.

Demikian juga untuk Kegiatan Pemberian Hibah Uang pada Biro Kesra TA 2020 ada pihak lain yang harus dimintakan pertanggungjawabannya yaitu 172 Pondok Pesantren yang tidak memenuhi syarat sebagai Penerima Hibah Uang tetapi telah menerima Hibah Uang, serta Sdr. Dicky Herdiansyah selalu inisiator pemotongan uang 8 (delapan) Pondok Pesantren yang dilakukan oleh Terdakwa III Epieh Saepudin”.

Demikian pula pada amar putusan MA Nomor 5656 K /Pid.Sus /2022 tegas eksplisit, “Total perhitungan kerugian negara dalam pemberian hibah tahun 2018 adalah sejumlah Rp 14,1 miliar menjadi beban dan tanggung jawab FSPP dalam pengembaliannya.”

Kata Uday, jika penegak hukum tidak melakukan pengusutan apa yagn tercantum dalam amar putusan MA, maka ada Rp70,7 miliar uang hibah Pemprov ke Ponpes yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

“Kejati Banten harus melakukan langkah hukum untuk mengembalikan kerugian keuangan negara Rp14,1 miliar dari pengurus FSPP tersebut. Agar rasa keadilan di tengah masyarakat terlahir,” katanya.

Karena itu Alipp mendesak Kepala Kejati Banten yang baru, Didik Farkhan menuntaskan kasus korupsi hibah Pemprov untuk Ponpes.

“Tidak boleh ada tebang pilih. Apalagi korbannya adalah Pondok Pesantren se Banten serta menyangkut marwan para Ulama Banten. Bersihkan ulama dan santri di Banten dari para oknum pemangsa uang rakyat.

Personifikasi Organisasi

Pengacara senior, Agus Setiawan dari Kantor Hukum Asrek dalam Chanel Yotube MediaBanten TV mengatakan, dalam amar putusan MA atas kasasi 4 terdakwa korupsi hibah Pemprov memang hanya menyebutkan lembaganya, yaitu TAPD, BPKD dan FSPP.

“Penyidik kan bisa meminta pertanggungjawaban pejabat dalam organisasi itu. Misalnya, kepala BPKAD, Ketua TPAD dan Ketua FSPP yang sedang memangku jabatan dalam periode kasus korupsi hibah Ponpes itu disidik,” kata Agus Setiawan.

TAPD adalah Tim Anggaran Pendapatan Daerah yang dipimpin Sekretaris Daerah (Sekda). Pada periode 2018 dan 2020, Sekda Banten dijabat oleh Al Muktabar yang kini merangkap sebagai Pj Gubernur Banten.

Sedangkan Kepala BPKAD atau Badan Keuangan dan Aset Daerah Banten sejak tahun 2019 dijabat oleh Rina Dewiyanti yang sebelumnya menjabat Kepala BPKAD Kabupaten Lebak. Rina merupakan hasil seleksi terbuka atau open bidding.

Pada kasus korupsi hibah Ponpes tahun 2020, Kepala BPKAD dijabat Rina Dewiyanti. Sedangkan tahun 2018, dia masih menjadi Kepala BPKAD Kabupaten Lebak. (INR)

Editor Iman NR

Iman NR

Back to top button