Edukasi

Meski Dikritik, Belajar Online SMPN Kab Tangerang Tetap Jalan

Meski telah mendapat kritik tajam, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang tetap bersikukuh bahkan menggeber realisasi penerapan kebijakan sekolah kelas belajar online SMPN pada tahun ajaran ini, 2023-2024.

Ahmed Zaki Iskandar, Bupati Tangerang, mengklaim kebijakan ini merupakan inovasi dan program unggulan yang akan diterapkan saat tahun ajaran baru, Juli mendatang, rencananya di sepuluh SMPN.

Menurut Zaki, kebijakan sekolah kelas belajar online atau hybird-blended learning yang akan diterapkan ini, bukanlah sekolah kelas belajar secara full atau online secara penuh.

Katanya, penerapannya nanti, siswa SMPN tetap harus bersekolah dan belajar di ruang kelas bersama guru secara tatap muka selama tiga hari, dari pukul 07.00 – 14.30 WIB. Sedangkan tiga hari sisanya, siswa belajar online di rumah.

Zaki sendiri menolak sistem kelas belajar online, jika diterapkan secara full online. Sebab ia meyakini bahwa, masa usia siswa SMPN merupakan momentum untuk membentuk karakter dan mental siswa. Sehingga, siswa SMPN musti langsung tetap beraktifikas di sekolah.

“Saya juga menolak kalo (sistem belajar kelas) online full di rumah. Karena (siswa) gak ada interaksi, sosialisasi. Sementara anak umur SMP apalagi SD itu wajib berinteraksi dengan temannya, gurunya, lingkungannya,” ungkap Zaki, Selasa (20/06/2023) di Puspemkab Tangerang.

“Nah ini yang kita harapkan. Sekali lagi saya ulangi tuh, jadi gak ada sekolah online di Kabupaten Tangerang. Yang ada Hybird, tiga hari sekolah di rumah, tiga hari di sekolah dengan jam pelajaran yang lebih panjang daripada mata pelajaran yang setiap hari sekolah,” tegasnya.

Daya Tampung Siswa

Zaki membenarkan, tujuan Pemkab Tangerang membuka sekolah belajar kelas online ini untuk meningkatkan daya tampung siswa sekolah dasar yang melanjutkan pendidikan di SMPN minimal sebanyak dua kali lipat rombongan belajar atau rombel siswa dari yang sebelumnya.

Sebab selama ini, adanya ketidakseimbangan antara jumlah lulusan sekolah dasar dan daya tampung SMPN. Sarana infrastruktur ruang kelas SMPN hanya sanggup menampung sekira 48% siswa dari jumlah keseluruhan lulusan sekolah dasar.

Zaki tidak menampik, masih ada beberapa tantangan yang musti diatasi untuk dapat menerapkan sistem sekolah kelas belajar online. Di antaranya, masalah gadget atau handphone (HP) bagi siswa sebagai perangkat utama penopang kebijakan ini.

Zaki menyebut, Pemkab Tangerang akan menyiapkan fasilitas HP untuk menopang siswa bagi yang tak memiliki ataupun hpnya tak menunjang pembelajaran. Fasilitas itu nantinya akan diwujudkan melalui anggaran APBD atau CSR (corporate social responsibility).

“Anak-anak yang belum punya, bisa minjem ke sekolah. Jadi nanti ketika siswa mau belajar di rumah, dia pinjem ke sekolah. Begitu dia masuk ke sekolah, dia pulangin gadgetnya. Nanti bisa dipakai siswa lain yang belajar di rumah,”ujarnya.

Zaki membenarkan, ada keraguan dari sejumlah orang tua atau wali murid, ihwal legalitas sekolah belajar kelas online ini. Namun dengan tegas, Zaki menyatakan bahwa hybird learning merupakan kebijakan yang telah disarankan Kemendikbud dan Ristekdikti.

“Tinggal Wali muridnya nih, pada ketakutan. Ini diakui enggak sama negara. Padahal kami sudah mendapat lampu hujau dari kementerian untuk menjalankan program SMP Hybird ini,” tegasnya.

Zaki mengatakan bahwa, tahun ajaran ini, pihaknya hanya akan memberlakukan sistem belajar kelas online di 10 SMPN.

“Kan gak langsung ambruk (gulung tikar). orang yang dipake (diterapkan Kelas online) cuma sepuluh sekolah. Kan masih banyak (SMPN) yang lainnya. Yang ambruk yang mana, kecuali dipake (diterapkan) seluruh sekolah SMPN. Habis itu, double semuanya, ya boleh dah bilang ambruk. Tapi kalo itu (Cuma sepuluh sekolah), Pake rasional laah,” ungkapnya.

Jumlah Murid Menyusut

Sedangkan menurut Mulyadi, Kepala Sekolah SMP Korpri Tigaraksa mengatakan, sekolah yang dipimpinnya ini tengah dilanda penyusutan peserta didik secara drastis. Saat ini total peserta didik keseluruhan hanya sebanyak 78 siswa, terdiri dari kelas VII, VIII dan IX.

“Yang kelas IX (kelas III SMP) hanya lima siswa, tahun ini lulus,”terangnya.

Menurut Mulyadi, penyusutan siswa ini terjadi semenjak sekolah negeri seolah memonopoli untuk menerima siswa yang tanpa batas dan kejar target untuk menampung sebanyak-banyaknya.

Padahal berdasarkan pengamatannya, hal itu cenderung tidak diimbangi dengan kapasitas daya tampung sarana infrastruktur ruang kelas yang ada. Sehingga mengakibatkan, terjadinya over capacity pada rombongan belajar (Rombel) siswa.

Ia mencontohkan salah satu SLTP negeri di Tigaraksa musti bergiliran menggunakan ruang kelas. Hal itu disinyalir akibat memaksakan kehendak dengan menampung siswa tanpa batas yang tak diimbangi dengan kemampuan sarana ruang kelas.

“Itu sekolah (SLTP Negeri) sampai tiga shift kan. Itu jam belajarnya berapa jam. Kalau memang penerimaan siswa sekoah negeri tidak dibatasi, sudah bisa diprediksi. Maka bisa hancurlah swasta,”ujarnya.

“Kalau bisa penerimaan siswa pada sekolah negeri itu disesuaikan sajalah dengan daya tampung ruangan (kelas)nya, dan Jangan memaksakan. Kalo memang tetap memaksakan (menerima sebanyak-banyaknya siswa), lama-lama swasta bisa banyak yang gulung tikar di Kabupaten Tangerang. Bukan cuma kita saja,” tegasnya. (Iqbal Kurnia)

Editor Iman NR

Iqbal Kurnia

Back to top button