InternasionalSosial

Tarif Listrik di Sri Lanka Naik 275 Persen, Demi Dapat Bantuan IMF

Pemerintah Sri Lanka resmi mengumumkan kenaikkan tarif listrik di negaranya sebesar 66 persen, dengan tagihan terbaru kini total harga listrik di Sri Lanka melonjak menjadi 275 persen.

Akibat dari kebijakan tersebut, masyarakat di Sri Lanka kini harus membayar tagihan listrik sebesar 30 rupee per kilowatt jam atau setara Rp1.462 per khw.

Jumlah tersebut pun melonjak drastis bila dibandingkan dengan tagihan sebelumnya tarif enam bulan lalu.

Kebijakan itu dilakukan demi membujuk Dana Moneter Internasional (IMF) agar memberikan bantuan dana talangan untuk memulihkan ekonomi Sri Lanka yang dilanda krisis.

“Kami harus menaikkan biaya listrik agar sesuai dengan ketentuan IMF. Kami tidak bisa mendapatkan bantuan dari bendahara jika tidak menaikkan harga tariff listrik,” ungkap Menteri Energi Kanchana Wijesekera, dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (17/2).

Dikatakan Wijesekera, kenaikan tarif listrik akan memungkinkan Sri Lanka untuk mengakhiri pemadaman nasional selama 140 menit per hari, yang saat ini berlaku di seluruh wilayah.

“Dengan pendapatan yang meningkat, kami akan dapat membeli bahan bakar yang diperlukan untuk memastikan listrik tidak terputus mulai hari ini,” tuturnya.

Sebelumnya, krisis keuangan pada tahun 2022 membuat 22 juta orang Sri Lanka menderita selama berbulan – bulan.

Mereka kekurangan makanan dan bahan bakar, apalagi ditambah pemadaman listrik nasional.

Saat ini, Sri Lanka sedang menyelesaikan paket penyelamatan dengan IMF untuk memulihkan keuangan negara yang sedang hancur.

Oleh sebab itu, kenaikan harga akan membantu Kementerian Ketenagalistrikan mengimbangi kesenjangan yang disebabkan oleh penghentian subsidi pemerintah.

Dengan kebijakan itu, Sri Lanka dapat memenuhi syarat bantuan dana talangan senilai 2,9 miliar dolar AS yang telah dijanjikan IMF sejak September tahun lalu.

“Kami tahu bahwa ini akan sulit bagi masyarakat, terutama masyarakat miskin, tetapi Sri Lanka terjebak dalam krisis keuangan dan kami tidak punya pilihan,” tuturnya.

Kebangkrutan yang melanda negara tersebut bermula akibat adanya krisis valuta asing atau mata uang yang disebabkan oleh kesalahan pengelolaan ekonomi selama berlangsungnya pandemi Covid-19.

Editor: Abdul Hadi

Abdul Hadi

SELENGKAPNYA
Back to top button