Wah, Ternyata Kesultanan Banten Itu Negara Kapitalisme
Wah ternyata, Kesultanan Banten merupakan negara kapitalisme yang tingkat kesejahteraannya terpusat pada segelintir elite. Pola hidup elit itu sangat hedonis dan glamour.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan tingkat kesejahteraan petani lada yang merupakan tulang punggung ekonomi negara tersebut.
Para petani lada tak pernah disebut dan terpetakan dalam perjalanan sejarah Kesultanan Banten.
Demikian JJ Rizal, sejarawan nasional saat berbicara di BantenPodcasat, Yotube yang dikutip MediaBanten.Com, Sabtu (26/3/2022) dengan host, Ikhsan Ahmad.
Pernyataan JJ Rizal mendasarkan pada buku berjudul “Kapitalisme Awal Kesultanan Banten 1522 – 1684; Kajian Arekologi Ekonomi”. Buku ini ditulis Heriyanthi Ongkodarma Untoro, seorang arkeolog.
Sesungguhnya, kapitalisme itu dari konsep modal dengan etik agama, dalam hal ini Kristen Protestan. Para pemilik modal itu melipatkangandakannya hingga menjadi kekuatan yang dominan.
“Menariknya, Ibu Oyen, begitu saya memanggil penulis buku ini, konsep dan etos kapitalisme pada awal pribumi ini justru ditemukan di Banten,” katanya.
Rizal menggambarkan pola hidup elit Kesultanan Banten hingga paska Sultan Haji. Kekayaan yang terhimpun hanya berpusat pada segelintir elit kesultanan.
“Bisa dilihat, kapitalisme yang hebat, hanya dirasakan oleh segelintir orang. Misal (lantai – red) kesultanannya ubin merah yang paling mahal. Hidupnya sangat hedonis, gemar barang mewah dari eropa. Kehidupan mereka glamour,” ujarnya.
Gambaran itu tidak terekam dalam berbagai artefak sejarah terkait dengan para petani lada yang merupakan tulang punggung ekonomi Kesultanan Banten.
“Kehidpan petani lada itu tidak terkoneksi dengan keglamouran elit kesultanan,” ujarnya.
Lada merupakan rempah yang menjadi komoditas dunia, dicari berbagai negara Eropa. Lada lah yang memakmurkan elit Kesultanan Banten.
“Kalau baca sumber-sumber yang datang ke Banten. Banten itu wilayah bagian dari Hindu Sunda. Ketika Islam berkembang, terkoneksi ke Demak, berikut kedatangan orang-orang Eropa yang mencari rempah-rempah. Lada rempah yang paling istimewa, maka munculah Kerajaan Banten,” katanya.
Kesultanan Banten terkoneksi faktor eksternal dengan konteks jalur global. Secara internal, Banten punya produk lada. Karena itu, Banten mencuat secara global.
Kemampuan kapital Banten dibuktikan dengan bisa memindahkan ibukota dari hulu (Banten Girang – red) ke Surosowan (Banten Lama – red).
Banten membangun sistem air bersih di kota dan mengembangkan wilayah kota hingga seluas 2 Km2. “Semua itu membutuhkan modal besar,” katanya.
Kata JJ Rizal, menarik untuk dikaji adalah mengapa Banten tidak mengembangkan kapitalisme yang beretos Islam, tetapi memilih dan mengembangkan kapitalisme versi Eropa yang beretos Kristen Protestan.
“Justru orang Islam punya etos kapitalisme, bisa menciptakan modal yang raksasa dan mendukung dalam konteks kemajuan keseluruhan, bukan hanya segelintir elite,” ucapnya.
Di Banten, Islam itu punya kekuatan ekonomi. Persoalannya, ekonominya itu berkembang kapitalisme yang berkembang seperit kapitalisme lanir dan tumbuh di Eropa.
“Bagaimana pun Banten tetap harus bangga. Kita menjadi percaya, pernah punya kemampuan untuk merumuskan ekonomi, meski hanya untuk segelintir elite. Hanya digunakan untuk proyek-proyek mercusuar,” jelasnya.
Menurutnya, Islam itu menjadi basis seluruh aktivitas di Banten. Kapitalisme Islam seperti apa? Itu yang menjadi kekurangan. Harusnya membangun kapitalisme Islam karena yakin punya model sendiri. (BantenPodcasat / Editor: Iman NR)
Saksikan lebih rinci di Chanel BantenPodcast. Jangan lupa untuk like, subscribe dan menyalakan lonceng notifikasi untuk update podcasat terbaru.