SMA Muhi Yogyakarta Gelar Seminar Karakter Bermedia Sosial
SMA Muhi Yogyakarta menggelar Seminar Nasional dengan tema “Karakter Bermedia Sosial pada Siswa: Tantangan, Tugas, dan Peran Guru BK” yang dilaksanakan semi daring, Kamis (15/9/2022).
Kegiatan berlangsung pukul 08.00 – 11.30 WIB di Graha Assakinah SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta.
Pemateri saresehan itu adalah Fathur Rahman (Dosen Bimbingan Konseling Universitas Negeri Yogyakarta – UNY), yang membahas penanaman karakter bermedia sosial.
Pembicara kedua adalah Dr Dody Hartanto, Dosen Bimbingan Konseling UAD Yogyakarta sekaligus Wakil Dekan FKIP UAD.
Menurut Koordinator BK Edo Lestari, kegiatan ini diikuti 400 guru BK dari seluruh Indonesia baik yang mengikuti secara tatap muka maupun yang secara online melalui zoom.
Menurut Kepala SMA Muhi, Herynugroho, pendidik merupakan lini depan peningkatkan kualitas sumberdaya manusia.
Guna mencapai peran profesional tersebut, pendidik harus memadukan kualitas dan integritas. Peran pendidik semakin berat ketika harus menghadapi peserta didik yang kecanduan gadget / HP dan game online.
Hadirnya revolusi industri 4.0, telah memunculkan tantangan dan peluang di berbagai bidang, secara khusus kehadiran revolusi industri 4.0 juga menjadi tantangan dan peluang bagi profesi bimbingan dan konseling.
“Tujuan dilaksanakan seminar ini untuk mengembangkan komitmen profesional dan akuntabilitas Guru BK dalam rangka meningkatkan mutu dan kualitas layanan BK sesuai perkembangan peserta didik,” kata Herynugroho.
Pada kesempatan ini, diserahkan kejuaraan lomba best practice bagi Guru BK tingkat nasional.
Adapun juara 1 diraih oleh Nurbowo Budi Utomo dari SMPN 15 Yogyakarta, Juara 2 diraih Emilia Nurpitasari dari SMA Al Muttaqin Tasikmalaya dan juara 3 diraih oleh Diyah Fitriasti Khoirunnisa dari SMP Muhammadiyah Al Mujahidin Gunungkidul.
Menurut Fathur Rahman, berbagai adab dan karakter bermedia sosial yang harus ditanamkan ke peserta didik.
1. Menyampaikan informasi dengan benar.
Menyampaikan informasi dengan benar, tidak merekayasa atau memanipulasi fakta, serta menahan diri untuk tidak menyebarluaskan informasi tertentu di media sosial yang fakta atau kebenarannya belum diketahui secara pasti.
2. Menghindari prasangka suudzon atau buruk sangka, gibah, fitnah, dan tajassus.
Dalam bahasa hukum, penyampai informasi melalui media sosial hendaknya memegang teguh “asas praduga tak bersalah”. Prasangka yang tidak berdasar dapat membahayakan, karena dapat memicu bullying dan pembunuhan karakter.
3. Meneliti fakta untuk mencapai ketetapan data dan fakta.
Seorang muslim hendaknya mengecek dan meneliti kebenaran fakta dengan informasi awal yang diperoleh agar tidak terjadi gibah, fitnah, dan tajassus.
4. Menghindari namimah atau mengadu domba.
Namimah atau mengadu domba maksudnya membawa suatu berita kepada pihak tertentu dengan maksud untuk mengadu domba pihak tersebut dengan pihak lain. Namimah juga dapat berarti provokasi untuk tujuan tertentu.
5. Menghindari Sukriyah. Sukriyah berarti merendahkan atau mengolok-ngolok orang lain.
Mengolok-ngolok, merendahkan orang lain, mencaci-maki, atau melakukan tindakan penghinaan dapat menumbuhkan kebencian.
6. Bijak dalam bersosial media.
Setiap muslim hendaknya bijak dalam menggunakan media sosial dengan mengedepankan etika, logika, dan perasaan serta berbagi nasihat yang baik, bijak, dan ikhlas.
7. Menghindari hal-hal negativ dalam media sosial.
Setiap muslim hendaknya menghindari upload maupun membagikan foto atau video berpose vulgar atau berkonten pornografi, berlebihan dalam bersuka cita, mengeluh, hingga berdoa di media sosial.
Sedangkan Dr Dody Hartanto mengatakan, seseorang dikatakan sudah kecanduan gadget apabila sebagian besar waktunya dihabiskan untuk menggunakan gadget, seperti smartphone, tablet, laptop, atau portable gaming device.
Istilah untuk kondisi ini adalah nomophobia (no mobile phobia), yang berarti ketakutan untuk aktivitas sehari-hari tanpa smartphone maupun gadget dalam bentuk lainnya.
Menurut para ahli, kecanduan gadget bisa menyebabkan efek euforia yang sama dengan perilaku kecanduan lainnya, seperti berjudi atau melihat tontonan pornografi.
Berdasarkan hasil penelitian, kecanduan gadget dapat mengubah zat kimia otak yang pada akhirnya memengaruhi kondisi fisik, psikologis, dan perilaku seseorang.
Tak hanya dampak secara fisik, kecanduan gadget juga dapat menyebabkan masalah psikologis, seperti:
1. Menjadi lebih mudah marah dan panik
2. Stres
3. Sering merasa kesepian karena berjam-jam menghabiskan waktu tanpa bersosialisasi dengan orang lain, bahkan meningkatkan risiko terjadinya depresi dan gangguan kecemasan
4. Sulit fokus atau berkonsentrasi ketika belajar atau bekerja
5. Bermasalah dalam hubungan sosial, baik dengan keluarga, teman, rekan kerja, atau pasangan
“Seseorang yang mengalami ketergantungan/kecanduan gadget dan game online perlu dilakukan pengobatan dan terapi. Ada tiga jenis terapi yang digunakan para praktisi psikiatri untuk menangani kasus adiksi,seperti: Cognitive Behavior Therapy (CBT), Motivational Interview (MI) dan Terapi Perilaku,” ujarnya. (Yusron Ardi Darmawan / Editor: Iman NR)