Korupsi

Tersangka Korupsi Bank Banten Rp65 Miliar Dipecat Sejak 2021

SDJ atau Satyavan Djojosubroto yang menjadi tersangka korupsi Bank Banten Rp65 miliar dinyatakan sudah diberhentikan secara tidak hormat atau dipecat sejak 2 Agustus 2021 dari Bank Banten (PT Bank Pembangunan Daerah Tbk).

Pemecatan SDJ itu berdasarkan dengan SK Direksi Nomor 045/ SK-PHK/ DIR-BB/ VIII/ 2021 tanggal 2 Agustus 2021. Alasannya, SDJ telah melanggar peraturan perusahaan yang dinilai sangat berat.

Terkait proses hukum dugaan korupsi Satyavadin Djojosubroto, Bank Banten sepenuhnya mendukung upaya penegakan hukum oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, sangat kooperatif dan mengikuti prosedur hukum.

“Apapun yang dibutuhkan pihak berwenang agar persoalan ini dapat dituntaskan di tingkat penyidikan dan dapat diungkapkan fakta-fakta yang sebenarnya,” kata Rahmat Hidayat, Sekretaris Perusahaan Bank Banten dalam rilis yang diterima MediaBanten.Com, Jumat (5/8/2022).

Katanya, Bank Banten sebagai perusahaan yang patuh terhadap prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) sangat menjunjung tinggi keterbukaan informasi, memberikan pelayanan yang transparan dan akuntabel.

Bank ini menerapkan zero tolerance terhadap praktik tindak pidana korupsi. Ini terbukti dengan pencapaian Bank Banten dalam meraih Sertifikat SNI ISO 37001:2016 yang merupakan standar internasional terkait Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP) dari PT British Standard Institutions Group Indonesia.

Bank Banten berjanji melakukan perbaikan dengan selalu berpedoman pada prudential banking principal. Proses hukum yang sedang berjalan merupakan tanggung jawab pribadi dan tidak berpengaruh terhadap layanan dan kegiatan operasional perbankan.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Banten menetapkan dua orang tersangka kasus korupsi pemberian fasilitas kredit modal kerja dan kredit investasi oleh Bank Banten kepada PT. HNM sebesar Rp 65 miliar tahun 2017.

Keduanya yakni Satyavadin Djojosubroto (SDJ), mantan Vice President Bank Banten dan Rasyid Samsudin (RS) selaku Direktur PT. HNM.

“Berdasarkan hasil ekspose dan hasil pendalaman pemeriksaan terhadap saksi-sakai 15 orang, kemudian ditemukan alat bukti. Maka ditetapkanlah dua orang tersangka korupsi kredit macet,” kata Kepala Kejati Banten Leonard Eben Ezer Simanjuntak kepada wartawan di kantornya. Kamis (4/8/2022).

Leo menegaskan, RS dan SDJ terbukti bekerja sama melakukan perbuatan melawan hukum dan atau menyalahgunakan kewenangan.

Akibatnya, aset agunan yang diagunkan oleh PT. HNM kepada Bank Banten tidak ada yang terikat sempurna, serta aset piutang dan barang bergeraknya tidak difidusiakan.

Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda, berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

“Bank Banten hanya menguasai total dua sertifikat bidang tanah yang diagunkan oleh PT. HNM. Lima sertifikat bidang tanah lainnya, Bank Banten tidak menguasainya,” ujar Leo.

Aset PT HNM berupa 49 unit dump truck ternyata telah ditarik oleh leasing PT. Hudaya Maju Mandiri.

Bahkan, terungkap fakta bahwa lembaran pelaksanaan kredit ditransfer langsung ke rekening pribadi Direktur PT. HMN.

“Mekanisme pembayaran terhadap kontrak kerja PT. HNM dengan PT. Waskita Karya tidak dilaksanakan melalui rekening escrow di Bank Banten yang digunakan untuk menampung pembayaran termin proyek,” jelas Leo.

Katanya, Bank Banten tidak dapat melakukan auto debet terhadap pembayaran termin proyek dan kredit menjadi macet.

Kasus dugaan korupsi tersebut berawal saat tersangka RS mengajukan permohonan kredit kepada Bank Banten melalui tersangka SDJ sebesar Rp 39 miliar pada tanggal 25 Mei 2017.

Saat itu, SDJ masih menjabat sebagai Kepala Divisi Kredit Komersial Bank Banten dan Plt Pemimpin Kantor Wilayah Bank Banten DKI Jakarta.

Dengan rincian, kredit modal kerja sebesar Rp 15 miliar dan kredit investasi sebesar Rp 24 miliar untuk mendukung pembiayaan pekerjaan PT. HNM dengan PT Waskita Karya.

“Pekerjan persiapan tanah jalan Tol Pematang Panggang Kayu Agung di Palembang, Sumatera Selatan, dengan agunan berupa non fixed aset sebesar Rp 50 miliar dan fixed asset berupa tiga SHM,” ujar Leonard.

Pada bulan Juni tahun 2017, tersangka SDJ yang bertindak sebagai pemrakarsa kredit dan anggota komite kredit mengajukan Memorandum Analisa Kredit (MAK) untuk dibahas oleh Komite Kredit.

Setelah dibahas, pengajuan kredit mendapatkan keputusan persetujuan dari ketua komite kredit yaitu saksi FM selaku Plt. Direktur Utama Bank Banten.

Saat itu, FM memberikan persetujuan pemberian kredit kepada PT. HNM dengan total nilai Rp30 miliar, terdiri dari kredit modal kerja Rp 13 miliar dan kredit investasi Rp 17 miliar.

“Kemudian pada bulan November 2017, PT. HNM kembali mengajukan penambahan plafond kredit dan mendapatkan persetujuan sebesar Rp 35 miliar,” kata Leo.

Padahal, lanjut Leo, diketahui sejak pencairan kredit pertama dibulan Juni 2017 sebesar Rp 30 miliar PT. HNM belum melaksanakan kewajibannya yaitu melakukan pembayaran angsuran kredit, sehingga total eksposure kredit Bank Banten kepada PT. HNM sebesar Rp 65 miliar.

Kedua tersangka, dikenakan pasal 2 ayat (1), sub Pasal 3, jo pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (* / Editor: Iman NR)

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button