Kesehatan

Virus Marburg Mematikan, Kemenkes Minta Warga Waspada

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menerima laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait kasus virus Marburg yang terjadi di Guinea Khatulistiwa pada 13 Februari 2023 lalu.

Sejauh ini, WHO mencatat 9 kematian dan 16 suspek yang dilaporkan di Provinsi Kie Ntem, Guinea Khatulistiwa. Gejala yang dialami berupa demam, kelelahan, muntah berdarah, dan diare.

Oleh karena itu, Kemenkes pun menanggapi dengan melakukan penilaian risiko cepat atau rapid risk assessment terhadap penyakit virus Marburg.

“Indonesia lakukan penilaian risiko cepat [rapid risk assessment] penyakit virus Marburg pada 20 Februari 2023. Hasilnya didapatkan kemungkinan adanya importasi kasus ini di Indonesia adalah rendah,” kata Kemenkes dalam keterangan tertulis, Rabu (29/03/2023).

Mohammad Syahril, Juru Bicara Kemenkes RI mengingatkan bahwa pemerintah dan masyarakat jangan sampai lengah terkait virus tersebut.

“Kita perlu melakukan kewaspadaan dini dan antisipasi terhadap penyakit virus Marburg,” tandasnya, dikutip dari Kemkes, Kamis (30/03/2023).

Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia telah meluncurkan Surat Edaran tentang Kewaspadaan Terhadap Penyakit Virus Marburg.

Virus Marburg merupakan salah satu yang paling mematikan dengan fatalitas capai 88 persen. Penyakit ini pun merupakan penyakit demam berdarah yang jarang terjadi.

Penyakit ini juga masih satu keluarga dengan virus ebola. Penularan kepada manusia terjadi melalui kontak langsung dengan orang maupun hewan yang terinfeksi, atau melalui benda yang terkontaminasi oleh penyakit tersebut.

Gejala tersebut berupa demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot, mual muntah, diare, dan perdarahan. Penyakit ini juga dapat menyebabkan perdarahan pada hidung, gusi, vagina atau melalui muntah dan feses yang muncul pada hari ke-5 sampai hari ke-7.

Belum ada vaksin yang tersedia di dunia, vaksin masih dalam pengembangan. Saat ini ada 2 vaksin yang memasuki uji klinis fase 1 yakni vaksin strain Sabin dan vaksin Janssen.

”Belum ada obat khusus, pengobatan bersifat simtomatik dan suportif, yaitu mengobati komplikasi dan menjaga keseimbangan cairan serta elektrolit,” ucap Syahril.

Editor: Abdul Hadi

Abdul Hadi

SELENGKAPNYA
Back to top button