Internasional

Perang Saudara Sudan Kembali Meletus, Pengungsi Meningkat

Perang saudara Sudan kembali berkecamuk di Khortum, Ibukota Sudan sejak Jumat (14/7/2023) di tengah upaya berbagai pihak untuk melakukan gencatan senjata antara RSF dan SAF, keduanya militer Sudan.

Organisasi-organisasi kemanusiaan yang beroperasi di Khortum memperingatkan, pertempuran itu semakin memperburuk keadaan warga yang bertahan di sana.

Hingga Sabtu (15/7/2023), bentrokan yang keras itu menyebabkan terputusnya sambungan internet dan seluler yang merupakan obyek penting untuk berkomunikasi dengan dunia luar.

Sepanjang hari, suara letusan senjata dan gumpalan asap hitam terlihat mengepul di dekat markas tentara di pusat Khartoum serta di selatan kota.

Saksi mata di Khartoum Utara mengatakan ada bentrokan menggunakan segala jenis senjata. Di Omdurman, tepat di seberang sungai Nil, para saksi melaporkan jet tempur dan drone terbang di atas kepala.

Sejak 15 April, Panglima Militer SAF, Abdel Fattah Al-Burhan telah berperang dengan RSF atau Pasukan Dukungan Cepat paramiliter, yang dipimpin oleh mantan wakilnya, Mohamed Hamdan Daglo.

Lari dari Perang

Pertempuran itu telah menewaskan sedikitnya 3.000 orang di seluruh Sudan, menurut data dari berbagai organisasi kemanusiaan. Pertempuran korban terburuk terjadi di Khartoum dan wilayah Darfur barat.

Menurut PBB, lebih dari 1,7 juta penduduk Khartoum terpaksa mengungsi dari serangan udara terus menerus, tank dan pejuang di jalanan dan penjarahan yang merajalela.

Warga setempat mengandalkan sambungan internet dan seluler dalam mencari rute terbaik untuk melakukan pelarian, mencari kebutuhan dasar, makanan dan obat-obatan.

“Persediaan kebutuhan sehari-hari menipis, bahkan di daerah aman dan “antara dua pertiga dan 80 persen rumah sakit tidak berfungsi,” kata Rick Brennan, dari Organisasi Kesehatan Dunia.

“Sistem perawatan kesehatan yang sudah kewalahan” Sudan menghadapi krisis saat ini, menempatkan rakyat Sudan dalam situasi hidup atau mati,” kata Brennan, direktur darurat regional untuk kantor Mediterania timur WHO.

Di kota selatan Kosti, kota besar terakhir di jalan dari Khartoum ke Sudan Selatan, Dewan Pengungsi Norwegia pada Jumat memperingatkan bahwa hujan lebat telah menyebabkan banjir yang akan mendambah keparahan situasi di Khortum dan sekitarnya.

Musim hujan itu dapat menyebabkan wabah penyakit yang terbawa air hingga ke daerah terpencil di Sudan.

Saat ini petugas kesehatan menunjukan terjadinya wabah campak di 11 dari 18 negara bagian Sudan. Juga tercatat 300 kasus kematian akibat kolera /diare akut.

Penyakit yang ditularkan melalui air ini merupakan risiko rutin dengan banjir tahunan yang parah di Sudan.

Karena ketakutan akan wabah penyakit, banyak perbatasan dengan Suda yang ditutup atas inisiatif otoritas setempat.

Penutupan perbatasan ini menyebabkan banyak pasar kosong yang menyebabkan warga kesulitan mendapatkan barang kebutuhan dasar sehari-hari, kata Piere Dorbes dari Palang Merah Internasional.

“Sejak perang dimulai, lebih dari 160.000 orang yang kembali dan pengungsi dari Sudan telah mengalir ke Sudan Selatan,” katanya.

KTT Negara Tetangga

Pada Kamis (13/7/2023), sebuah konferensi tingkat tinggi (KTT) dari negara tetangga Suda digelar di Kairo, Mesir untuk membahas konflik yang berkepanjangan.

Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi mendesak donor internasional untuk segera menjalankan komitmen konferensi Jenewa yang akan memberikan bantuan 1,5 miliar dolar AS. Setikdanya, setengah itu segera direalisasikan pada Juli – Agustus ini.

KTT tersebut mengikuti berbagai upaya diplomatik untuk menengahi penghentian kekerasan, setelah gencatan senjata yang ditengahi oleh AS dan Arab Saudi semuanya dilanggar.

Bahkan, SAF dan RSF yang tengah bertikai itu memboikot kesepakatan gencatan senjata yang diinisiasi Blok Afrika Timur IGAD. (Rosyadi)

Editor Iman NR

*) Berita ini disadur dari Arab News berjudul Communication cuts, disease rife in Sudan as fighting rages.

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button