Ekonomi

Populerkan Buah Lokal, Gelar Festival dan Outlet di Kawasan Elite

Wakil Bupati Sumedang, Erwan Setiawan prihatin atas fenomena semakin tersingkirnya buah lokal akibat membanjirnya buah produk luar negeri atau impor. Padahal kualitas buah tersebut tidak kalah dengan buah impor.

“Buah lokal tidak mungkin diproteksi dengan cara melarang buah produk luar negeri masuk ke sini, tetapi harus dengan cara mengangkat dan menjadikan buah lokal sebagai tuan rumah di negeri sendiri,” kata Erwan Setiawan, Wakil Bupati Sumedang, Rabu (26/10/2022).

Erwan Setiawan dengan kelompok yang peduli buah lokal menempuh cara mempromosikan dan memasarkan secara luas, sehingga bisa diakses dengan mudah oleh berbagai lapisan masyarakat.

“Buah buahan lokal hanya perlu ruang untuk diangkat. Contoh jeruk Rimau Gerga dari Bengkulu, harus kita branding dengan sebutan Sunkisnya Indonesia. Rasanya tidak kalah,” ujarnya.

Dia membenarkan sengaja membuat festival di kawasan “elite” untuk mensejajarkan buah lokal dengan impor. Misalnya, Festival Duren Bagya di kawasan Kota Baru Parahyangan, Bandung Barat.

Selanjutnya, festival serupa akan digelar di BSD dan Pondok Indah yang berada di Tangerang dan Jakarta. “Kami akan buat outlet-outlet di beberapa kota besar di kawasan yang dianggap elite,” katanya.

Outlet tersebut nantinya akan dipasok dari para petani yang tersebar dari Sabang hingga Merauke untuk menjaga ketersediaan buah lokal dengan kualitas yang prima.

“Kami sudah mencoba membuat kalender panen buah-buahan di seluruh Indonesia. Mohon dukungan dari semuanya,” kata Erwan Setiawan.

Indonesia memiliki banyak sekali buah-buahan lokal yang kurang populer karena kalah bersaing dengan buah-buahan yang sudah medunia. Padahal buah-buahan lokal tersebut tidak kalah rasanya dan khasiatnya dengan buah-buahan yang sudah populer di masyarakat.

Bahkan, buah-buahan lokal tersebut rasanya unik karena jarang dikonsumsi. Seperti buah trenggulun, buah-buahan dari pohon yang berduri ini rasanya manis asam bahkan terasa aneh, namun buah yang tumbuh di dataran rendah ini memiliki khasiat untuk meredakan sariawan.

Ada buah matoa yang merupakan buah asli dari tanah Papua. Buah yang rasanya sangat manis ini memiliki aroma yang unik karena aromanya campuran rambutan, klengkeng, dan durian.

Memang saat ini matoa sudah mulai dikenal oleh masyarakat Indonesia, tapi kepopulerannya masih kalah dengan buah-buahan impor yang sudah mendunia.

Penyebab kalahnya buah-buahan lokal kalah bersaing dengan buah-buahan yang sudah mendunia karena kurangnya minat orang Indonesia sendiri untuk membeli buah-buahan lokal.

Orang Indonesia lebih suka membeli buah-buahan impor karena dinilai lebih mewah seperti anggur, buah pir, strawberry, buah naga, kiwi, cherry, dan buah lainnya.

Sehingga para petani atau pekebun yang hidupnya dari menjual hasil pertanian atau perkebunan enggan menanam buah-buahan lokal yang sebenarnya tidak kalah dengan buah-buahan impor karena tidak ada yang membeli dan tidak ada pengepul juga.

Selain itu, banyak masyarakat yang belum tahu nama-nama buah-buahan lokal karena jarang ditemui di pasaran. Padahal bisa jadi masyarakat yang belum tahu sangat menyukainya.

Maka dari itu buah-buahan lokal perlu untuk dipopulerkan, tidak hanya bentuk buahnya, tapi juga khasiatnya agar semakin dikenal oleh masyarakat dan semakin diminati. Sehingga para petani semangat untuk membudidayakan sebab sudah menemukan pasar untuk dijual.

Agar semakin populer, harus mengubah cara pandang masyarakat kalau buah-buahan lokal lebih berkelas dari pada buah-buahan impor.

Dengan mengubah cara pandang masyarakat bahwasannya buah-buahan lokal lebih berkelas maka buah-buahan lokal akan dihidangkan di acara-acara penting seperti pernikahan, syukuran, dan acara lainnya.

Tentunya juga perlu diiklankan oleh pemerintah di berbagai media ajakan untuk mengkonsumsi buah-buahan lokal sehingga buah-buahan lokal semakin dikenal dan diminati. (Editor: Iman NR)

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button