Internasional

Korban Tewas Gempa Turki – Suriah Bertambah Jadi 28.000 Orang

Jumlah korban tewas akibat gempa Turki dan Suriah telah mencapai 28.000 orang. Diperkirakan, angka ini terus berambah karena peluang penyelamatan semakin mengecil akibat cuaca dan kerusuhan paska gempa di Turki Selatan.

Dikutip dari BBC Indonesia, Tim SAR Jerman dan tentara Austria menghentikan operasi pencarian pada Sabtu (11/2/2023) karena terjadi bentrokan antara kelompok yang tidak disebutkan namanya.

Keamanan diperkirakan akan memburuk karena persediaan makanan berkurang, kata seorang penyelamat. Hampir 50 orang telah ditangkap karena menjarah dan beberapa senjata disita, sebut media lokal.

Seorang juru bicara militer Austria mengatakan, bentrokan antara kelompok tak dikenal di Provinsi Hatay telah menyebabkan puluhan personel dari Unit Penanggulangan Bencana Pasukan Austria mencari perlindungan di sebuah kamp dengan organisasi internasional lainnya.

“Ada peningkatan agresi antar faksi di Turki,” kata Letnan Kolonel Pierre Kugelweis dalam sebuah pernyataan.

“Peluang menyelamatkan nyawa tidak memiliki hubungan yang masuk akal dengan risiko keselamatan.”

Beberapa jam setelah Austria menghentikan upaya penyelamatannya, Kementerian Pertahanan Austria mengatakan bahwa tentara Turki telah turun tangan untuk memberikan perlindungan sehingga operasi penyelamatan dilanjutkan.

Kelompok pencarian dan penyelamatan ISAR cabang Jerman dan Badan Federal untuk Bantuan Teknis (TSW) Jerman juga menghentikan operasi, dengan alasan masalah keamanan.

“Semakin banyak laporan bentrokan antara faksi yang berbeda, tembakan juga telah dilepaskan,” kata juru bicara ISAR, Stefan Heine.

Steven Bayer, manajer operasi ISAR, memperkirakan keamanan akan memburuk karena makanan, air, dan harapan semakin tipis. “Kami mengawasi situasi keamanan dengan sangat cermat seiring perkembangannya,” katanya.

Tim penyelamat Jerman mengatakan mereka akan melanjutkan pekerjaan segera setelah pihak berwenang Turki menganggap situasi aman, lapor kantor berita Reuters.

Tindakan Tegas

Sementara Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, belum mengomentari kerusuhan yang dilaporkan di Hatay. Dia menegaskan bahwa pemerintah akan mengambil tindakan terhadap mereka yang terlibat dalam kejahatan.

“Kami telah menyatakan keadaan darurat. Artinya, mulai sekarang, orang-orang yang terlibat penjarahan atau penculikan harus tahu bahwa tangan tegas negara ada di belakang mereka,” kata Erdogan.

Media pemerintah melaporkan pada hari Sabtu bahwa 48 orang telah ditangkap karena penjarahan, menurut kantor berita AFP.

Media pemerintah Turki melaporkan beberapa senjata disita, bersama dengan uang tunai, perhiasan, dan kartu bank.

Mehmet Bok, 26, yang mencari rekan kerja di sebuah gedung yang runtuh di Antakya, mengatakan kepada Reuters: “Orang-orang menghancurkan jendela dan pagar toko dan mobil.”

Saat ini, penggalangan dana bantuan internasional semakin cepat terkumpul. Pada Kamis (9/2), Bank Dunia akan mendonasikan uang sebesar US$1,78 miliar atau setara dengan Rp26,9 miliar untuk membantu penduduk Turki.

Dana tersebut akan digunakan untuk membangun infrastruktur standar dan mendukung mereka yang terdampak lansung oleh gempa.

Program pengumpulan donasi berikutnya berasal dari Amerika Serikat, yang akan mengirimkan paket bantuan senilai US$85 juta atau Rp1,28 miliar untuk masing-masing negara yang terdampak.

Sementara, upaya pencarian yang sedang dijalankan oleh lebih dari 100.000 petugas penyelamat di lapangan menjadi terganggu akibat masalah logistik, seperti kurangnya kendaraan dan jalanan yang hancur.

KBRI Angkara

Menurut kabar dari KBRI Angkara, dua orang warga Indonesia yang berada di Kahramanmaras – ibu dan anaknya – ditemukan meninggal dunia di bawah reruntuhan.

“Tim KBRI Ankara yang diterjunkan ke lokasi telah mengurus pemulasaraan jenazah,” kata Judha Nugraha dari Kementerian Luar Negeri Indonesia.

Sementara itu, dua WNI pekerja spa therapist masih berstatus “belum bisa dihubungi” di Dyarbakir dan dalam pelacakan tim evakuasi KBRI.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memulai kunjungannya ke area-area terdampak gempa, sementara tim penyelamat berpacu dengan waktu untuk menemukan korban selamat di bawah reruntuhan.

Menanggapi kritik lambatnya penanganan dan penyelamatan di sejumlah area terdampak, Erdogan mengakui ada beberapa masalah dengan tanggap darurat di masa awal bencana. Namun sekarang semua sudah berjalan normal, kata dia.

“Awalnya ada masalah di bandara-bandara dan di jalan-jalan, tapi hari ini semuanya sudah lebih mudah, dan besok akan lebih mudah lagi,” ujar Erdogan.

“Kami telah memobilisasi semua sumber daya,” tambahnya. “Negara menjalankan tugasnya.”

Sementara itu, diwarnai kepanikan, keluarga korban di salah satu kota di Turki yang mengungsi di sekitar puing-puing bangunan, ikut terlibat dalam upaya penyelamatan, dengan menggunakan kapak dan linggis.

Sejumlah keluarga yang berduka mengatakan upaya penyelamatan korban yang berada di bawah reruntuhan “berjalan terlalu lama“.

Gempa berkekuatan 7,8 skala Richter pertama terjadi di dekat Kota Gaziantep, Turki, pada Senin (06/02) dini hari, diikuti gempa berikutnya beberapa jam kemudian yang berkekuatan 7,5.

Berpacu Waktu

Tim penyelamat masih berpacu dengan waktu untuk menyelamatkan korban gempa di Turki selatan dan Suriah utara yang tertimpa reruntuhan bangunan.

Badan penanggulangan bencana Turki telah mengerahkan 24.400 personel untuk membantu proses evakuasi.

Gempa mematikan berkekuatan 7,8 berpusat di dekat Kota Gaziantep, Turki, pada Senin dini hari ketika kebanyakan orang sedang tidur.

Lalu, terjadi getaran selanjutnya yang berkekuatan 7,5 yang terjadi sekitar pukul 13:30 waktu setempat, yang menurut para pejabat “bukan gempa susulan”.

Negara-negara, termasuk AS dan Korea Selatan, mengirimkan bantuan setelah Turki mengeluarkan permintaan bantuan internasional.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan sebanyak 23 juta orang di seluruh Turki dan Suriah “terkena dampak gempa”.

Pejabat senior bidang kedaruratan WHO Adelheid Marschang mengatakan lebih dari satu juta anak terdampak bencana.

Di Suriah, bantuan PBB yang dikirim dari Turki tidak bisa masuk karena akses jalan rusak. “Ini adalah krisis di atas banyak krisis di wilayah yang terkena dampak,” kata Marschang menjelaskan situasi di Suriah.

Padahal, kata dia, kebutuhan bantuan di Suriah tinggi setelah “hampir 12 tahun krisis yang rumit dan berlarut-larut, sementara dana kemanusiaan terus menurun”. (BBC / INR)

Editor: Iman NR

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button