Opini

Anak Muda Golput di Pemilu, Salahkah ?

Seperti yang kita tahu bahwasannya masa jabatan presiden Joko Widodo hampir berakhir, itu berarti sudah waktunya kita membahas Pemilu atau Pemilihan Umum karena sudah saatnya kita masuk di masa maraknya kader-kader pertai mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin yang berkuasa selanjutnya.

Oleh : LUTFI ABIWINATA PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI UNTIRTA*)

Tidak heran apabila di setiap sudut kota maupun desa-desa mulai terlihat banyak baliho yang sifatnya musiman saat akan diadakan pemilu. Mulai dari partai-partai besar maupun partai-partai lainnya. Semuanya berkompetisi dan bersaing mendapat simpati dan kepercayaan dari rakyat.

Berbagai metode dan carapun dilakukan oleh beberapa pihak agar masyarakat tertarik untuk memilihnya, baik dengan cara menjajikan kesejahteraan jika mereka terpilih atau menang maupun dengan cara membantu atau terjun langsung ke masyarakat dan berbaur agar simpati tersebut dapat terealisasikan.

Adapun penyumbang suara terbesar pada pemilu tahun ini yaitu anak-anak muda atau Gen Z, tentu hal ini bisa membawa perubahan dalam metode kampanye mereka dibandingkan saat mayoritas diduduki oleh buruh dan petani.

Beberapa kaum intelektual dikalangan anak muda berpendapat bahwasannya anak muda sekarang seharusnya bisa penjadi pelopor dalam berpolitik menggantikan generasi sebelumnya. Karena bagaimanapun anak muda merupakan pejuang masa depan negara, jika anak muda nya saja tidak melek akan politik bagaimana nasib bangsa ini selanjutnya?.

Sehingga perlu di tekankan bahwa pendidikan berpolitik harus ditekankan di era sekarang. Mengingat mudahnya informasi diterima oleh mereka yang menggunakan sosial media, jika salah membaca atau mengerti bisa membuat salah paham tentang apa yang seharusnya.

Padahal dengan modal dan semangat yang dimiliki kaum millenial, hal ini harus dimanfaatkan dengan sangat baik oleh pihak-pihak penggiat literasi khususnya mengenak demokrasi dan politik ataupun juga lembaga negara yang terfokus pada sektor politik dan pemerintahan.

Berdasarkan data dari Trans Media Sosial, karakteristik generasi Milenial yang paling mencolok adalah mereka sangat menguasai gawai, teknologi serta aktif di media sosial seperti Facebook, YouTube, Instragram, WhatsApp dan lain-lain.

Data menyebutkan sekitar 80% generasi Milenial mengakses media sosial setiap hari, mereka biasanya mencari informasi mengenai liburan, hiburan, kuliner, agama, politik, olahraga dan lain sebagainya.

Melihat pemanfaatan yang dilakukan oleh pemilih millenial, guna dapat memberikan pendidikan politik yang dapat diterima oleh khalayak millenial, kita harus terjun ke dunia nya atau dengan membingkai pendidikan serta kegiatan yang sesuai dengan porsinya. Millenial sejatinya cenderung tertarik pada hal-hal yang baru, inovatif dan sesuai dengan perkembangan zaman.

Melihat perpolitikan di Indonesia cenderung mempertontonkan konflik. Seraya menimbulkan berbagai intrik yang tidak elok dipandang. Apalagi arus informasi yang sangat mudah untuk di didapat. Ditakutkan tanpa ada pemberian pendidikan politik yang masif malah makin banyak sikap apatis di kalangan millenial.

Adapun yang berpendapat bahwa anak muda justru lebih memilih menjadi Golput atau Golongan Putih. Mereka berfikiran seperti itu dikarenakan sudah melihat bagaimana bobroknya sistem pemilu ataupun politik di Indonesia.

Sehingga tidak berpihak atau tidak memilih siapapun menurutnya pilihan terbaik. Namun apakah benar menjadi golput merupakan jalan terbaik? Atau malah jalan yang keliru. Oleh karena itu saya membuat narasi ini sehingga kita bisa berdiskusi mengenai pendapat ini.

GOLPUT, Istilah ini selalu muncul mendekati hari-hari pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah. Golput atau golongan putih selalu diidentikkan dengan sikap cuek, apatis, atau tidak mau cawe-cawe dengan kondisi politik; akhirnya tidak memilih untuk berangkat ke TPS untuk mencoblos.

Adapun penyebab Golput yaitu, ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang memilih golput atau menjadi tidak bisa mencobolos, antara lain Apatis terhadap Politik, tidak tahu adanya pemilu, tidak terfasilitasi, golput dan pemerintahan berintegritas, program kerja yang terganggu, terganggunya demokrasi dalam negara dan memberi kesempatan partai yang berkuasa untuk menang.

Masyarakat yang bersikap apatis terhadap politik menjadi salah satu penyebab tingginya angka golput. Masyarakat dengan tipe seperti ini tidak lagi peduli dengan urusan politik, bahkan tidak juga mencari tahu apa itu golput dan risiko jika memilih untuk golput pada setiap pemilu.

Ketidakpedulian serta ketidakpercayaan masyarakat tersebut muncul karena mereka merasakan bahwa tidak ada dampak positif yang terjadi padanya setelah pemilihan.

Sementara, berita korupsi yang dilakukan oleh para pemimpin serta wakil rakyat semakin meningkatkan apatis masyarakat terhadap para pejabat. “Kan cuma satu suara, jadi seharusnya tidak berpengaruh?” Terkadang pemikiran seperti ini juga menjadi pemicu tingginya golput.

Padahal, satu suara bisa menjadi penentu kemenangan pihak tertentu dan bisa mengubah negara ini agar lebih baik lagi.

Bawaslu dan partai politik juga tidak bisa tinggal diam untuk menyelamatkan nasib jutaan pemilih muda. Untuk itu, Bawaslu harus mendorong dan memastikan agar KPU dan Kemendagri melakukan langkah-langkah pasti, baik secara aturan maupun dalam pelaksanaannya.

Partai politik, harus ikut berpartisipasi mensosialisasikan hal ini kepada konstituen dan anggotanya. Hal ini perlu dilakukan agar pemilih muda mengetahui hak dan kewajibannya pada Pemilu 2024.

Perlunya langkah dari partai politik untuk benar-benar memilih calon pemimpin yang berintegritas, kredibel, dan memiliki kualitas dan kapasitas sesuai harapan masyarakat. Selain itu cara mengatasi golput juga dapat dilakukan melalui pendidikan demokrasi.

Pendidikan demokrasi sendiri merupakan upaya atau sarana untuk menumbuh kembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan demokratis.

Pendidikan demokrasi dapat dilaksanakan melalui pendidikan formal, nonformal, atau informal.  Pendidikan demokrasi memiliki tujuan untuk mempersiapkan masyarakat agar berpikir kritis dalam bertindak demokratis melalui aktivitas demokrasi dan menanamkan kesadaran kepada generasi muda,

Demokrasi merupakan bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak warga masyarakat.

Maka dari itu ayo sebagai generasi muda kita harus berani dan merasa rugi jika tidak berpartisipasi secara baik pada pemilu tahun ini.

Karena dari berbagai penjelasan dan pernyataan diatas kita bisa simpulkan bahwa anak muda mengambil pengaruh besar terhadap perkembangan negara dan harusnya bisa membawa wajah baru politik demokrasi yang baik dan jujur menggantikan sistem yang sudah bobrok.

Editor : Abdul Hadi

Abdul Hadi

SELENGKAPNYA
Back to top button