EdukasiHeadline

Dikritik, Kelas Belajar Online di SMPN di Kab Tangerang, Yakin Swasta Ambruk

Sebagian pengelola sekolah pendidikan dasar swasta di Kabupaten Tangerang mengkritik kebijakan Pemkab Tangerang menerapkan kelas belajar online Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) yang diklaim sebagai prestasi di masa akhir masa jabatan Ahmed Zaki Iskandar, Bupati Tangerang.

Kebijakan itu diyakini akan menyebabkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) swasta gulung tikar alias bangkrut. SMP Swasta diyakini tidak akan kebagian murid akibat ditampung di sekolah negeri yang tidak terbatas kapasitas sekolah secara fisik.

Kebijakan itu juga meyakinkan para pengelola sekolah swasta bahwa Pemkab Tangerang tidak memiliki keberpihakan dan berkeadilan terhadap pengembangan sekolah swasta yang merupakan bagian dari sistem kependidikan di Indonesia.

“Kebijakan Sekolah Negeri yang tanpa batas menampung siswa saja sudah membuat swasta ambruk. Waduuh kalo ini diterapkan, Yakin Pak sekolah swasta bisa banyak yang gulung tikar ini,” Kata Mulyadi, Pendidik pada SMP Korpri Tigaraksa yang dihubungi MediaBanten.Com, Rabu(14/06/2023).

Diklaim Prestasi

Sebelumnya, Selasa (13/6/2023), Bupati Tangerang, Ahmed Zaki Iskandar pamer berbagai sejumlah keberhasilan pembangunan selama ia memimpin dua periode Kabupaten Tangerang sejak 2013-2023.

Salah satunya, dia bakal membuka kelas belajar online di SMPN, yang rencananya akan dimulai pada tahun ini, tahun ajaran 2023-2024. Program kelas belajar online merupakan program unggulan Ahmed Zaki Iskandar.

“Ini mudah-mudahan, ada empat SMP Negeri yang akan dimulai pada penerimaan murid baru tahun 2023 ini di bulan Juli,” ujarnya.

Zaki membenarkan, tujuan Pemkab Tangerang membuka sekolah belajar kelas online ini untuk menarik daya tampung siswa sekolah dasar yang melanjutkan pendidikan ke jenjang SLTP sebanyak-banyaknya. Hal tersebut sebagai upaya meningkatkan angka partisipasi sekolah (APS).

Menurutnya, sekolah belajar kelas online tak terlalu bergantung pada kapasitas sarana infrastruktur ruang kelas yang saat ini masih terbatas.

“Tadinya dua belas (ruang) kelas hanya bisa dimaksimalkan untuk dua belas Rombel. Tapi dengan hybird (learning) ini, kami bisa maksimalkan dua belas ruang kelas menjadi dua puluh empat Rombel,” terangnya.

Sementara untuk persetujuan, Zaki menyebut bahwa Pemkab Tangerang justru didorong oleh Kemendikbud dan Ristekdikti untuk menyelenggarakan sekolah belajar kelas online.

Sebab, kata Zaki, seluruh kabupaten /kota hampir memiliki problematika yang sama terkait keterbatasan sarana ruang kelas dalam menampung siswa.

“SD kita bisa tampung 60-70 ribu siswa (pertahun). Tapi SMP kita hanya mampu menampung setengahnya. Nah itu kan sama,” terang Zaki.

Keraguan Wali Murid

Zaki tak menampik adanya keraguan dari sejumlah orang tua atau wali murid, ihwal legalitas sekolah belajar kelas online ini. Namun dengan tegas, Zaki menyatakan bahwa hybird learning merupakan kebijakan yang telah disarankan Kemendikbud dan Ristekdikti.

“Tinggal Wali muridnya nih, pada ketakutan. Ini diakui enggak sama negara. Padahal kita sudah mendapat lampu hujau dari kementerian untuk menjalankan program SMP Hybird ini,”tegasnya.

Swasta Ambruk

Kepala Sekolah SMP Korpri Tigaraksa, Mulyadi mengatakan, sekolah yang dipimpinnya ini tengah dilanda penyusutan peserta didik secara drastis. Saat ini total peserta didik keseluruhan hanya sebanyak 78 siswa, terdiri dari kelas VII, VIII dan IX.

“Yang kelas IX (kelas III SMP) hanya lima siswa, tahun ini lulus,”terangnya.

Menurut Mulyadi, penyusutan siswa ini terjadi semenjak sekolah negeri seolah memonopoli untuk menerima siswa yang tanpa batas dan kejar target untuk menampung sebanyak-banyaknya.

Padahal berdasarkan pengamatannya, hal itu cenderung tidak diimbangi dengan kapasitas daya tampung sarana infrastruktur ruang kelas yang ada. Sehingga mengakibatkan, terjadinya over capacity pada rombongan belajar (Rombel) siswa.

Ia mencontohkan salah satu SLTP negeri di Tigaraksa, musti bergiliran menggunakan ruang kelas. Hal itu disinyalir akibat memaksakan kehendak dengan menampung siswa tanpa batas yang tak diimbangi dengan kemampuan sarana ruang kelas.

“Itu sekolah (SLTP Negeri) sampai tiga shift kan. Itu jam belajarnya berapa jam. Kalau memang penerimaan siswa sekoah negeri tidak dibatasi, sudah bisa diprediksi. Maka bisa hancurlah swasta,”ujarnya.

“Kalo bisa penerimaan siswa pada sekolah negeri itu disesuaikan sajalah dengan daya tampung ruangan (kelas)nya, dan Jangan memaksakan. Kalo memang tetap memaksakan (menerima sebanyak-banyaknya siswa), lama-lama swasta bisa banyak yang gulung tikar di Kabupaten Tangerang. Bukan cuma kita saja,” tegasnya.

Keadilan Untuk Sekolah Swasta

Mulyadi menuturkan, Pemkab Tangerang musti memberikan kebijakan yang berkeadilan dalam hal pemerataan distribusi peserta didik bagi pihak sekolah swasta.

Bukan justru sebaliknya, menerapkan kebijakan sekolah belajar kelas online dengan tujuan menampung siswa di sekolah negeri tanpa batas, yang berpotensi dapat memberangus peran partisipasi sekolah swasta.

Mulyadi mengingatkan bahwa, sekolah swasta selama ini telah membuktikan dedikasinya dalam hal mencerdaskan kehidupan anak bangsa.

Mulyadi menyebut, berdasarkan pengalamannya, ada siswa yang termarjinalkan di sekolah negeri dan terpaksa musti pindah serta ditampung sekolahnya. Berkat pembinaan yang dilakukan pihaknya, justru siswa tersebut gemilang dan berprestasi.

“SMP Korpri Tigaraksa ini sudah berdiri sejak 1994 dan jebolan (lulusan) nya sudah banyak yang jadi orang. Itu kaya pak Cucu Abdurrasyid yang mantan ketua KNPI (saat ini Camat Legok),” terangnya. (Iqbal Kurnia)

Editor Iman NR

Iqbal Kurnia

SELENGKAPNYA
Back to top button