Opini

Menjawab Dasar Hukum E-Katalog Pekerjaan Konstruksi

Tulisan ini bermaksud menjawab polemik terkait pertanyaan, apa dasar hukum e katalog dalam pekerjaan konstruksi.

OLEH: DR AGUS PRIHARTONO *)

Pertanyaan ini turut menjadi tuntutan demonstrasi oleh elemen-elemen kritis masyarakat beberapa waktu lalu. Harus diakui pertanyaan terhadap dasar hukum e katalog kontruksi adalah penting.

Ada lima alasan mendasar mengapa pertanyaan ini harus muncul, yakni :

(1) menciptakan kepatuhan hukum untuk mencegah konsekuensi potensi pelanggaran hukum yang mungkin terjadi.

(2) memberi perlindungan hukum dari penyalahgunaan transaksi online; (3) terdefinisikannya persyaratan, prosedur, dan kebijakan terkait pekerjaan konstruksi agar transparan dan akuntabel.

(4) menjelaskan bahwa e-katalog dapat mempermudah proses pengadaan dan pemilihan penyedia jasa konstruksi.

(5) menjelaskan bahwa e-katalog merupakan tuntutan atas perkembangan teknologi yang tidak bisa dihindarkan.

Pada tanggal 16 Maret 2018, Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Dalam Perpres ini disebutkan, salahh satu metode pemilihan Penyedia Barang/ Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya diantaranya adalah E-purchasing yang dilaksanakan untuk Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang sudah tercantum dalam katalog elektronik.

Perpres tersebut kemudian diubah menjadi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 63).

E-katalog jasa kontruksi saat ini dianggap menjadi solusi atas pemilihan penyedia jasa yang terbuka, efisien, cepat dan mudah.

Sayangnya, hanya penyedia jasa konstruksi kelas besar saja yang siap menghadapi transformasi paradigma baru ini.

Sedangkan penyedia jasa konstruksi pada umumnya, yakni kelas UMKM biasanya hanya mengenal E-purchasing terbatas untuk pengadaan barang saja melalui pengadaan langsung, penunjukan langsung, tender cepat dan tender.

Sudah tentu penyedia jasa konstruksi yang masih menggunakan paradigma lama mesti segera mentransformasi diri.

Menjadi tugas pemerintah juga untuk melakukan beberapa langkah strategis dalam kerangka mengadaptasi perubahan dan perkembangan teknologi yang semakin berkembang.

Yakni mempertegas implementasi pasal 20 Undang-Undang no 02 tahun 2017 tentang Jasa Kontruksi, kualifikasi badan usaha jasa konstruksi terdiri atas : Kecil, Menengah dan Besar.

Kualifikasi Kecil untuk pekerjaan 0 s/d 15 Milyar, Kualifikasi Menengah untuk pekerjaan 15 s/d 50 Milyar dan Kualifikasi Besar untuk pekerjaan lebih besar dari 50 Milyar sampai tidak terbatas sesuai dengan kemampuan dasar perusahaan. Ketegasan dari aturan ini akan memberikan ruang kompetitif yang fair kepada semua pemain jasa konstruksi.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) saat ini terus meningkatkan penggunaan Katalog Elektronik atau e-Katalog dalam pengadaan barang dan jasa (PBJ) untuk mendukung PBJ Pemerintah yang terbuka, efisien, cepat dan mudah. Sejak tahun 2021 Kementerian PUPR terus menambah jumlah e-Katalog Sektoral.

Di Banten, penyedia jasa konstruksi juga seharusnya mempersiapkan diri bertansformasi pada sistem yang terus berkembang akibat kemajuan teknologi.

Dan masalah mendasar di Banten adalah bagaimana membangun jaringan Kerjasama antar penyedia jasa konstruksi yang beroperasi dalam rantai produksi yang sama dan rata-rata pada kelas UMKM untuk dapat bersinergi secara positif dengan efisiensi kolektif, bukan menolak sistem yang berupaya menciptakan akuntabilitas dan transparansi. (**)

*) Dr Agus Prihartono adalah Dekan Fakultas Hukum Untirta

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button