Opini

Milangkala Ke 110 Paguyuban Pasundan

Selamat ulang tahun Paguyuban Pasundan yang ke 110. Satu abad lebih 10 tahun. Usia yang telah melintasi sejarah, generasi, budaya dan peristiwa.

OLEH: DR NANA SUPIANA *)

Usia yang matang ditempa dinamika dan persoalan organisasi, etnis, nasionalisme, masalah global, kepemimpinan dan gagasan untuk selalu berdiri paling depan mengentaskan kemiskinan dan memajukan pendidikan di tanah air.

Kelahirannya didorong oleh pengalaman pahit sebagai bangsa terjajah sehingga memunculkan kesadaran dan harga diri untuk berjuang merebut kemerdekaan.

Dimulai dari solidaritas etnis Sunda untuk saling menggugah, membangunkan semangat persatuan dan kebangsaan serta mencita-citakan mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.

Nuansa solidaritas etnis menjadi warna yang mendominasi perjuangan setiap pemuda dari seluruh tanah air saat itu untuk melawan penjajah, seiring dengan keberhasilan pendirian Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang dimotori oleh kaum ningrat Jawa.

Pagoejoeban Pasoendan – dalam ejaan aslinya – berdiri pada tanggal 20 Juli tahun 1913 oleh para aktifis pemuda yang mencita-citakan kemerdekaan Indonesia, para tokoh dan siswa-siswa HBS, KWS, STOVIA serta guru-guru.

Sejak kelahirannya dan hingga kini Paguyuban Pasundan tiada henti berupaya, berkiprah dan membangun setiap sendi mendasar kehidupan masyarakat, terutama pada bidang pendidikan, sosial-budaya, politik, ekonomi, kepemudaan, dan pemberdayaan perempuan.

Upaya ini sambil terus melestarikan budaya Sunda dengan melibatkan bukan hanya orang Sunda tetapi semua yang mempunyai kepedulian terhadap budaya Sunda. Bahkan beberapa periode kepemimpinan Paguyuban dipimpin bukan oleh orang Sunda.

Banyak tokoh nasional yang lahir dari kawah candradimukanya Paguyuban Pasundan, di antaranya Ir. H. Juanda Kartawijaya dikenal sebagai pencetus Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957, mendeklarasikan bahwa laut-laut antarpulau di Indonesia merupakan bagian dari wilayah Indonesia sehingga membentuk satu kesatuan wilayah.

Selanjutnya ada R. Otto Iskandardinata, sebagai salah satu tokoh yang diangkat sebagai pahlawan nasional. Wajahnya dicetak pada lembar mata uang Rupiah pecahan 20 ribu ( 2004 – 2021).

Namanya juga dipakai pada salah satu ruas jalan paling terkenal di Jakarta dan Bandung, yaitu jalan Otista (Otto Iskandardinata).

Ia dikenal sebagai pejuang pendidikan yang mencita-citakan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berilmu agar dapat merdeka dari penjajahan dan mengenyam kemerdekaan dalam arti sesungguhnya.

Selamat ulang tahun Paguyuban Pasundan ke 110, jaya selalu. Di usia paguyuban sekarang, saatnya merefleksi kembali kepemimpinan lokal untuk Indonesia dan dunia. Membangun visi kepemimpinan yang memberi teladan dan berbudaya, memiliki pengetahuan untuk menunjukkan jalan kearah perubahan lebih baik dan berdiri paling depan memimpin barisan menunjukkan jalan perubahan dengan pengetahuan.

Paguyuban Pasundan di masa mendatang memiliki arti penting dan strategis untuk turut memberi makna pada karakter dan identitas nasional sebagai bagian dari perwujudan dari pembentukkan kekuatan nasional untuk mewujudkan cita-cita nasional.

Oleh karena itu banyak pekerjaan rumah yang mesti dilakukan oleh Paguyuban di era digitalisasi, di antaranya menggelorakan kembali kebutuhan kepemimpinan masa depan.

Yakni pemimpin inklusif yang berintegritas, memiliki standar moral dan intelektualitas yang dimulai dari lintas etnis dengan pendekatan budaya yang berkeadaban serta bermartabat. (**)

*) Penulis adalah Ketua Paguyuban Pasundan Provinsi Banten.

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button