EdukasiHeadline

WH: Tunda Sekolah Online Pemprov Banten, Kayak Gojek Aja

Wahidin Halim atau disapa WH, mantan Gubernur Banten mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten menunda penerapan sekolah online yang rencananya akan diberlakukan untuk sekolah menengah kejuruan negeri (SMKN) dan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) tahun ajaran 2023 – 2024.

WH menilai, kebijakan jika diterapkan saat ini diyakini tidak akan efektif. Karena itu, kebijakan sekolah online harus ditunda untuk dikaji ulang secara mendalam baik dari sisi peraturan maupun dari sisi kondisi masyarakat saat ini.

“Hah sekolah online ! Kaya Gojek atau Tokopedia aja. Kayak online kan kayak dagang usaha yang enggak punya kantor dan yang gak punya tempat. Sekarang tunda dulu sekolah online, kaji dalam- dalam, para pihak harus terlibat dalam kajian,” kata Wahidin Halim (WH) ketika diminta tanggapan oleh MediaBanten.Com di Pinang, Kota Tangerang, Jumat (16/6/2023).

Kata WH, kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka jauh lebih efektif ketimbang sekolah belajar online. “Kemarin kan tahu sendiri belajar online pas lagi Covid, Enggak Efektif. Ada yang enggak kejangkau (oleh internet) di kampung-kampung sana kan, ada yang gak bisa,” katanya.

Wahidin mengatakan, sekolah secara fisik atau offline bukan hanya sekadar mentranfer ilmu pengetahuan, tetapi juga membangun, menjalin dan menguatkan interaksi yang melatih kepekaan dan mental saat bersekolah.

Interaksi sosial itu terjadi antar sesama siswa, guru maupun personal yang lainnya serta menjalankan kodratnya sebagai mahluk sosial yang hidup di alam nyata.

“Anak datang ke sekolah, dijamu (disambut) guru. Dia ketemu teman sesama siswa, bersilaturahim. Anak juga senang bergembira, lain penghargaannya juga. Selama ini kan dirasakan, anak kurang bergairah dan tidak memilik empati (peduli) sama orang lain selama Covid 19 melanda,” ujarnya.

WH mencontohkan sistem pendidikan berbasis tatap muka terbukti efektif dan diterapkan di negara-negara maju.

“Australia, Selandia Baru di negara-negara maju itu siswa masih datang ke sekolah. Covid-19 udah gak ada, apa sih bikin (kebijakan) sekolah online. Selama anak itu masih bisa jalan, masih bisa ditempuh,” terangnya.

Gandeng Swasta

Menurut WH, Pemprov Banten harus memaksimalkan peran sekolah swasta untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah atau APS, selain membangun sekolah negeri yang baru dengan menambah sarana dan prasarananya.

“Yang bagus itu pemerintah hadir bikin sekolah dan dekatkan dengan masyarakat. Kalau (sekolah) yang ada sekarang dimaksimalkan, sinergi dengan swasta. Kualitas sekolah swasta ditingkatkan, tenaga pengajar diberikan insentif. Aneh-aneh aja, pakai sekolah online segala,” ketusnya.

WH mengungkapkan pentingnya berkolaborasi dengan sekolah swasta. “Yang kedua sebenarnya masalah sarana dan prasarana kan didukung oleh swasta ya kan. Kita dorong swastanya, berikan insentif,” ucapnya.

“Makanya sekarang yang ada dimaksimalkan sekolah negeri. Swasta diberikan kesempatan untuk dikembangkan. Swasta juga bisa berpartisipasi menengahi sekolah (meningkatkan APS – red), kalau sekarang, sekolah swasta kan kekurangan murid,” tegasnya.

Selanjutnya, WH menepis anggapan mahalnya bersekolah di swasta khususnya di wilayah Tangerang raya. WH membandingkan biaya sekolah di swasta dengan biaya untuk membeli pulsa bagi siswa yang jika dihitung-hitung dapat ditaksir mencapai Rp300 ribu – Rp500 ribu per bulan.

“Orang tua atau wali murid tiap bulan berapa duit pulsa buat anaknya,”ujarnya.

“Coba dikaji kalau sekoah sistem online internet atau pulsanya gimana itu, Ya kan. Kedua yang mengeluh hal itu sebenarnya orang yang malas bayar. Selama ini juga kalau pria buat rokok kebeli, pulsa, buat ke mall dia punya duit. Di Tangerang raya mah, bagi yang enggak mampu itu ada beasiswa,” pungkasnya.

Sebelumnya, Pemprov Banten mengirimkan surat kepada Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada tanggal 28 April 2023. Surat itu bernomor 421/1460 -Dindikbud /2023 tentang Permohonan Rekomendasi Pembelajaran Hybrid /Blended Learning, Penambahan Kuota dan Rombongan Belajar pada SMAN dan SMKN. Hal itu dinilai membuat sekolah swasta ambruk.

“Kebijakan itu kacau, habis sudah dunia pendidikan swasta,” kata Jamaludin, Ketua Forum Komunikasi Kepala SMK Swasta (FKKSMKS) Kabupaten Tangerang, saat dihubungi MediaBanten.Com, Selasa (06/06). (Iqbal Kurnia)

Editor Iman NR

Iqbal Kurnia

Back to top button