HeadlineKesehatan

Terus Naik Kematian Akibat Gagal Ginjal Akut, Tercatat 133 Anak

Tercatat 133 anak meninggal dari 241 kasus gangguan gagal ginjal akut progresif atipikal pada anak di 22 Provinsi atau 55 persen dari kasus. Jumlah kasus tersebut terus meningkat dalam beberapa terakhir ini.

Demikian dikemukakan Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin dalam jumlah pers di Jakarta, belum lama ini.

DKI Jakarta tercatat menjadi penyumbang terbanyak kasus gagal ginjal akut sebanyak 57 kasus. Provinsi lainnya adalah Jawa Barat dengan 33 kasus, Aceh 31 kasus dan Jawa Timur 30 kasus.

Tren peningkatan kasus gangguan ginjal akut mulai terjadi pada Agustus 2022 dengan 36 kasus. Pada September 2022 melonjak naik dengan ditemukannya 78 kasus, sementara pada Oktober ditemukan 110 kasus.

Angka kematian akibat gangguan ginjal akut paling banyak juga ditemukan di DKI Jakarta dengan 28 orang meninggal dunia, diikuti Aceh 21 orang, Jawa Barat 17 orang, dan Jawa Timur 14 orang.

“Ini terjadi peningkatan mulai Agustus 2022. Meninggal karena gangguan ginjal akut memang selalu terjadi cuma jumlahnya kecil tidak pernah tinggi,” ungkap Budi.

Budi menjelaskan, kasus gangguan ginjal akut paling banyak menyerang balita di bawah usia lima tahun. Mereka mengalami beberapa gejala klinis, termasuk demam, mual, kehilangan nafsu makan, muntah, malaise (lesu), dan gangguan pernapasan.

“Kemudian, spesifik dengan ginjal mereka itu buang air kecil sedikit, yang masuk ke rumah sakit itu cepat sekali kondisinya memburuk. Terus sudah lima hari (kondisinya) turun secara drastis sehingga 55 persen (dari jumlah kasus) meninggal dunia,” jelasnya.

Pada tubuh tujuh dari 11 anak penderita gangguan ginjal akut yang dirawat RSCM, Kemenkes menemukan kandungan senyawa atau zat kimia berbahaya yaitu etilen glikol, dietilen glikol, dan etilen glikol butyl ether.

“Itu ada di mereka jadi confirmed 60 persen. Bahwa (penyakit) ini disebabkan oleh senyawa kimia tersebut,” ungkap Budi.

Menurut Budi apabila zat kimia berbahaya seperti etilen glikol, dietilen glikol, dan etilen glikol butyl ether terdapat dalam tubuh, pada saat tubuh melakukan metabolisme, senyawa berbahaya itu akan berubah menjadi asam oksalat. Pada saat asam oksalat masuk ke dalam ginjal, asam itu berubah menjadi kalsium oksalat yang berbahaya.

“Kalsium oksalat itu seperti kristal-kristal kecil yang tajam. Sehingga kalau ada kristal-kristal kecil di ginjal para balita. Ya rusak ginjal,” ucapnya.

Kemenkes saat ini telah mendatangi 156 rumah dari anak-anak yang mengalami gangguan ginjal akut.

Kemenkes juga mengambil dan menguji sampel obat yang dikonsumsi anak-anak tersebut. Hasilnya ditemukan zat kimia etilen glikol, dietilen glikol, dan etilen glikol butyl ether pada obat sirop yang dikonsumsi oleh anak-anak tersebut.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan pengujian terhadap 39 bets dari 26 obat sirup. Hasilnya, terdapat kandungan cemaran etilen glikol yang melebihi ambang batas aman pada lima produk.

Obat sirup itu adalah Termorex Sirop (obat demam) produksi PT Konimex, Furin DMP Sirop (obat batuk dan flu) produksi PT Yarindo Farmatama, Unibebi Cough Sirop (obat batuk dan flu), Unibebi Demam Sirop (obat demam), dan Unibebi Demam Drops (obat demam) yang seluruhnya merupakan produksi dari Universal Pharmaceutical Industries.

“Namun demikian hasil uji cemaran etilen glikol tersebut belum dapat mendukung kesimpulan bahwa penggunaan sirup obat tersebut memiliki keterkaitan dengan kejadian gangguan ginjal akut,” kata BPOM dalam keterangan resminya. (Editor: Iman NR)

Iman NR

SELENGKAPNYA
Back to top button