Ikhsan Ahmad

Adu Momentum : Massa Aksi dan Penguasa

Adu momentum dalam politik adalah upaya saling mempengaruhi situasi dan simpati lawan maupun kawan untuk mendapatkan dukungan maupun pembenaran disaat momentum tersebut dibutuhkan oleh situasi yang diciptakan.

Adu momentum biasanya mengolah logika, fakta, pengaruh, argumentasi, moral dan keinginan untuk mendapat perhatian lebih.

Oleh: Ikhsan Ahmad *)

Perhatian ini menarik komponen apapun untuk memastikan pihak lawan direpotkan, ditundukkan bahkan sebaliknya, diberi ruang dan panggung yang dapat mengecilkan arti dan makna dari sebuah keberpihakan, bisa juga menjauhkan substansi persoalan dalam adu momentum.

Kekuasaan akan selalu berada di atas angin untuk menunjukkan kemampuannya mengolah momentum. Karena ia punya semua perkakas untuk itu. Mulai dari kapital, alat publikasi dan alat-alat lain yang dapat menunjukkan kekuasaan adalah benar, tidak melanggar hukum, tidak melanggar etika, menyatakan bahwa kekuasaan berpihak.

Namun ada yang tidak bisa dihadirkan dalam momentum yang diciptakan kekuasaan, yakni pilihan alternatif kebenaran dan menempatkan kebenaran tersebut sesuai dengan ukuran orang banyak. Kekuasaan cenderung “malas” untuk berpihak kepada kepentingan yang lebih luas.

Karena itu, hoax, kebohongan publik, inkonsistensi kekuasaan dianggap lumrah. Karena itu momentum dalam kekuasan bukan menjadi sebuah kesempatan untuk berubah tetapi menjadi alat untuk bersilat lidah, menjadi alat untuk menipu.

Berbeda, momentum yang didukung massa aksi, biasanya lahir dari pandangan adanya kebohongan, ketidakadilan bahkan kekurangajaran yang diciptakan penguasa atas kondisi yang diharapkan oleh massa aksi.

Momentumnya akan tercipta melalui akumulasi kuantitas, perbincangan dan keberpihakan publik, mengapa? Karena hanya itu yang dapat membesarkan momentum, sebuah harapan atas perubahan yang diinginkan.

Tidak bisa lebih, karena massa aksi tidak akan punya dana berlebih dan perkakas yang lengkap untuk mempolitisir. Mereka hanya bersandar pada konsistensi tuntutan dan pengakuan atas hak yang dituntut.

Jangan takut dan lemah ketika beradu momentum dengan penguasa, jangan pula terkecoh dengan moment-moment kebaikan penguasa, karena ketika momentum sudah digulirkan dan bergulir, ia akan berdampak jika dijaga dengan fokus dan konsistensi tujuan momentum tersebut diciptakan.

Suara rakyat bukan suara Tuhan, karena tidak ada yang bisa menyamakan Tuhan dengan apapun, namun kepentingan dan kebenaran yang diakui masyarakat banyak akan menjadi salah satu sifat hukum alam. Bagaimana memaknai hukum alam, tentu saja dengan belajar bagaimana Tuhan berpihak?

Hanya sedikit sejarah yang mencatat bahwa momentum kekuasaan dicatat dengan tinta emas. Lebih banyak dicatat dengan tinta dari sisa-sisa bakaran belanga.

Di tengah ketidakmampun kekuasaan mengukur dirinya dalam harapan dan optimisme masyarakat, maka tak ada situasi apapun yang pantas untuk berharap, kecuali terus menerus ciptakan momentum massa aksi agar terjadi sirkulasi kekuasaan yang membawa angin segar.

Setiap momentum akan berganti, dari satu situasi ke situasi yang berbeda, penting untuk memperhatikan keberpihakan demi keberpihakan dalam setiap pergantian momentum. Selamat Berjuang. (*)

*) Penulis adalah Dosen FISIP Unirta dan Pengamat Kebijakan Publik.

Ikhsan Ahmad

SELENGKAPNYA
Back to top button