Pemerintah Kembali Akan Impor Obat Penawar Gagal Ginjal Akut
Pemerintah kembali berencana mengimpor obat antidotum (penawar) merek Fomepizole, obat yang dinilai ampuh untuk mengatasi gagal ginjal akut setelah impor obat serupa 26 vial dari Singapura dan Australia.
Demikian dikemukakan Mohammad Syahril, Juru Bicara Kementrian Kesehatan (Kemenkes) seperti dilansir voaindonesia.com, dikutip MediaBanten.Com, Rabu (26/10/2022).
Rencananya, obat antidotum atau penawar gangguan ginjal akut itu didatangkan dari Jepang dan Amerika Serikat sebanyak 200 vial.
Nantinya, obat antidotum itu akan didistribusikan ke rumah sakit–rumah sakit rujukan pemerintah di seluruh Indonesia. “Obat ini gratis, tidak berbayar, bagi pasien,” ungkap Syahril.
Fomepizole dinilai ampuh untuk mengobati gagal ginjal akut pada anak. Dari 11 anak yang mengalami gagal ginjal akut, 10 pasien di Rumah Sait Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta terus mengalami perbaikan setelah diberi obat tersebut.
“Anak tersebut sudah mulai dapat mengeluarkan urine dan dari hasil pemeriksaan laboratorium, kadar etilen glikol dari 10 anak tersebut sudah tidak terdeteksi,” ucapnya.
Sementara itu, terkait dengan perkembangan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal, menurut Syaril, per 24 Oktober angkanya mencapai 255 kasus dan tersebar di 26 provinsi. Dari jumlah itu, sebanyak 143 anak meninggal atau sekitar 56 persen.
“Dari data ini ada penambahan 10 kasus dan dua kasus kematian. Namun itu adalah kasus lama yang terlambat dilaporkan terjadi pada September 2022 dan awal Oktober 2022. Jadi bukan kasus baru,” ujar Syaril.
Syahril juga menjelaskan saat ini tenaga medis di fasilitas-fasilitas layanan kesehatan sudah dapat meresepkan 156 obat dalam bentuk cair atau sirop.
Hal ini tertuang dalam Surat Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan No. SR.01.05 /III /3461 /2022 tanggal 18 Oktober 2022, tentang Petunjuk Penggunaan Obat Sediaan Cair/ Sirop pada Anak dalam rangka Pencegahan Peningkatan Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal.
“Obat-obatan di luar 156 (obat) tersebut untuk sementara tetap dilarang digunakan baik di fasilitas kesehatan termasuk dijual di apotek sampai dengan pengumuman pemerintah lebih lanjut,” jelasnya.
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng menilai, pemerintah telah gagal memberikan perlindungan keselamatan rakyat. Pasalnya, sampai saat ini pemerintah belum memiliki kesimpulan pasti terkait dengan penyebabnya.
“Semestinya pemerintah sudah mengambil langkah-langkah luar biasa untuk menghadapi situasi darurat kesehatan khususnya pada kasus obat sirop yang mengancam gagal ginjal akut pada anak-anak,” katanya.
Anggota Ombudsman RI itu menyatakan, pemerintah telah melakukan maladministrasi data karena tidak memberikan laporan yang akurat jumlah kasus gangguan ginjal tersebut, terutama laporan dari Kemenkes.
“Kejadian sudah memuncak baru pemerintah tracking ke belakang bulan-bulan mana saja kejadian itu pernah ada atau terjadi. Kami melihat data-data ini belum tentu akurat. Kalau memang tidak akurat maka sesungguhnya pemerintah sudah melakukan maladminstrasi data,” ucap Robert.
Ombudsman RI meminta agar pemerintah untuk benar-benar menghadirkan data yang valid dan riil setiap bulannya terkait kasus gangguan ginjal akut.
“Buat kami penting untuk pemerintah menyelesaikan data yang ada. Mudah-mudahan kita punya gambaran yang lengkap terkait dengan data sehingga pemerintah terhindar dari dugaan atau potensi maladministrasi data yang terjadi,” ujar Robert. (voaindonesia / Editor: Iman NR)