Ikhsan Ahmad

Bubarkan Semua Fraksi di DPR

Bubarkan semua fraksi – fraksi yang ada di lembaga legislatif yang masih menggunakan nama dan melegitimasi fraksinya atas nama partai politik. Ganti fraksi-fraksi tersebut dengan nama dan legitimasinya atas persoalan dan kepentingan rakyat.

Misalnya fraksi gizi buruk dan stunting, fraksi UMKM, pemerataan pembangunan dan pemberantasan oligarki politik, fraksi mafia peradilan dan penegakkan hukum, fraksi masyarakat miskin dan pedesaan, dan lain sebagainya.

Oleh: Ikhsan Ahmad *)

Pergantian nama dan legitimasi fraksi ini sudah tentu secara formal dan prosedural dapat memutus rezim “boneka” wakil rakyat karena selama ini apapun persoalan dan kepentingan masyarakat akan dikembalikan kepada pusat-pusat transaksional partai politik.

Secara substansi wakil rakyat akan menjadi wakil seutuhnya, karena ketika mereka terpilih menjadi wakil rakyat, sudah seharusnya mereka milik rakyat dan partai politik hanya menjadi sarana dan alat untuk mempertegas keberpihakan kepada rakyat.

Nama-nama fraksi yang dikelompokkan berdasarkan persoalan masyarakat tentu saja secara konsepsional dapat dirujuk kepada persoalan-persoalan dalam perencanaan pembangunan yang dianggap strategis dan belum selesai atau didasari atas fakta persoalan masyarakat yang nyaris tidak pernah terselesaikan, seperti kemiskinan, UMKM dan lain sebagainya.

Sehingga persoalan mendasar masyarakat tidak lagi menjadi ruang pamer dan barang jualan kampanye semata.

Nama fraksi yang langsung dilekatkan dengan kepentingan rakyat sesungguhnya akan mempertegas hubungan rakyat dengan wakilnya. Secara langsung maupun tidak langsung akan cepat terbaca apakah wakil rakyat sungguh-sungguh memperjuangkan kepentingan rakyat atau berkhianat terhadap rakyatnya yang diwakili.

Janji politik pun akan penuh makna saat ketika kontestasi, bukan sekedar janji yang diumbar demi “telur emas” kekuasaan.

Sungguh tidak pantas dan tidak beretika, ketika wakil rakyat dipilih langsung oleh rakyat, one man one vote tetapi pada prakteknya wakil rakyat masih akan tergantung pada partai politik ketika membela kepentingan rakyatnya.

Ditambah ancaman PAW (pergantian antar waktu) ketika bersebrangan dengan partai politik, tempat sang wakil bernaung di partai tersebut.

Kontrol terhadap persoalan-persoalan pembangunan yang dijalankan eksekutifpun akan cepat tereskalasi, memiliki ukuran kontrol yang jelas dan secara umum, wakil rakyat dituntut punya otak untuk memahami persoalan, melakukan koreksi dan pengawasan atas persoalan-persoalan spesifik rakyat.

Mungkinkah terjadi perselingkungan kembali seperti yang selama ini terjadi dengan lembaga eksekutif, kemungkinan itu tetap ada, namun perbedaanya perselingkuhan tersebut tetap harus menghasilkan output persoalan yang sesuai dengan harapan, rasa keadilan dan manfaat yang harus dirasakan rakyat.

Kepentingan masyarakat akan menjadi faktor tunggal dan ukuran keberhasilan wakil rakyat, mereka mau tidak mau dipaksa untuk dekat dengan rakyat, dekat dengan persoalan rakyat. Wakil rakyat akan dievaluasi moral dan otak wakil rakyat ketika tidak sanggup atau lamban dalam memenuhi janjinya kepada rakyat.

Hal ini yang juga dapat mendorong “urat saraf” kritis anggota dewan saat mengawasi lembaga eksekutif ketika menyimpang dari kepentingan rakyat, sehingga hak interpelasi bahkan sampai impeachment menjadi hal yang lumrah dan harus dilakukan demi tegaknya kepemimpinan yang berpihak kepada rakyat. (*)

*) Penulis adalah dosen FISIP Untirta Serang, juga Pengamat Kebijakan Publik.

Ikhsan Ahmad

Back to top button